Matatimor.com – TTS – Pakar Hukum Tata Negara dari NTT, Dr. John Tuba Helan, menyoroti keputusan Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang menyatakan dua anggota DPRD setempat melanggar kode etik. Keputusan BK ini menuai kontroversi karena dinilai belum melalui prosedur yang semestinya, termasuk belum diparipurnakan secara resmi oleh DPRD TTS.
Kontroversi ini semakin menguat setelah salah satu anggota DPRD TTS, Hendrikus Babys, secara terbuka menolak langkah BK. Menurutnya, seharusnya keputusan BK dibahas dan disahkan dalam rapat paripurna DPRD sebelum diumumkan ke publik. Namun, BK justru telah menggelar konferensi pers untuk mengumumkan keputusan tersebut.
Baca Juga :
Menanggapi polemik ini, Dr. John Tuba Helan menjelaskan bahwa tindakan BK DPRD TTS berpotensi menyalahi prosedur. “Menurut saya, BK telah melanggar prosedur karena sesungguhnya kewenangan ada pada paripurna DPRD. Tetapi nyatanya, BK sudah melakukan konferensi pers, sehingga melangkahi paripurna. Setahu saya, keputusan akhir harus diambil dalam rapat paripurna agar sah dan mengikat,” jelas Dr. John kepada matatimor.com pada Minggu, 2 Maret 2025.
Lebih lanjut mantan Pakar Hukum Tata Negara Undana Kupang ini menegaskan bahwa dalam sistem tata kelola legislatif, keputusan terkait kode etik anggota DPRD merupakan kewenangan lembaga DPRD secara keseluruhan, bukan semata-mata Badan Kehormatan.
“Keputusan ada pada DPRD sebagai lembaga. Badan Kehormatan dibentuk untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik anggota DPRD, bukan untuk memvonis,” tegasnya.
Dr. John juga menyoroti pentingnya BK memahami dan menaati tata tertib DPRD dalam pengambilan keputusan. “Tata cara pengambilan keputusan diatur dalam peraturan tata tertib DPRD. Maka, BK perlu mempelajari dan memperhatikan segala ketentuan yang berlaku. BK hanya sebagai alat kelengkapan DPRD, sehingga kerjanya harus dilaporkan kepada DPRD secara lembaga, tidak bisa berdiri sendiri,” tambahnya.
Menurutnya, jika BK DPRD TTS ingin menjaga kredibilitas dan profesionalismenya, maka seluruh proses harus mengikuti aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian, keputusan yang diambil tidak hanya sah secara prosedural tetapi juga memiliki legitimasi yang kuat.
Polemik ini menunjukkan pentingnya prosedur dan mekanisme yang benar dalam menjalankan tugas-tugas kelembagaan di DPRD. Jika benar BK melangkahi paripurna dalam pengambilan keputusan, maka hal ini perlu dievaluasi agar tidak terjadi kesalahan serupa di masa mendatang. Keputusan terkait etik anggota dewan harus melalui mekanisme yang jelas, agar tidak menimbulkan kontroversi yang bisa melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga DPRD.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Badan Kehormatan DPRD TTS terkait kritik yang disampaikan oleh pakar hukum tersebut.