Drama Panjang Seleksi PPPK di DPRD TTS, Pernyataan Sekwan Berubah-Ubah

oleh -Dibaca 472 Kali
oleh
IMG 20250310 WA0087 scaled

MataTimor.com – TTS – Satu bulan terakhir, gejolak seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di DPRD TTS menyerupai drama panjang yang tak kunjung usai. Panggung utama dari kisah ini adalah pernyataan-pernyataan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD TTS, Alberth D.I. Boimau, yang kian hari kian berubah, membuat publik bertanya-tanya: ada apa sebenarnya di balik semua ini?

Ketika pertama kali ditanya tentang dugaan manipulasi Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) untuk 44 tenaga non-ASN, Sekwan memilih bungkam. “No comment,” jawabnya singkat, seolah enggan terseret dalam pusaran konflik yang sudah mulai memanas.

Namun, publik tak bisa tinggal diam. Seminggu kemudian, ketika pertanyaan yang sama kembali dilontarkan, ia pun menjawab dengan alasan yang berbeda. “Kita tunggu tiga pimpinan ada dulu sehingga nanti tidak terkesan saya bicara mendahului mereka,” katanya. Sekwan tampaknya berhati-hati, tetapi justru menciptakan teka-teki baru mengapa ia enggan memberikan jawaban yang jelas?

Seiring waktu, fakta-fakta mulai bermunculan. Klarifikasi demi klarifikasi dilakukan oleh DPRD, Komisi I, BKPSDMD, dan Inspektorat. Namun, pernyataan Sekwan tetap berubah-ubah. Dalam satu momen konferensi pers, ia justru mengatakan sesuatu yang semakin menimbulkan tanda tanya. “Kakak dong, secara manusia kita ada kurang-kurang,” ujarnya.

Apakah ini bentuk pengakuan bahwa ada kesalahan dalam proses seleksi? Ataukah ini sekadar pernyataan normatif yang tak memiliki konsekuensi hukum? Pernyataan ini menggantung di udara, membuat publik dan tenaga non-ASN semakin resah.

Lalu, badai benar-benar datang. Inspektorat merilis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang menyatakan dengan jelas bahwa 44 tenaga non-ASN yang mengikuti seleksi PPPK tidak memenuhi syarat. Seharusnya, ini menjadi akhir dari drama panjang ini. Namun, kenyataan berkata lain.

Keesokan harinya, muncul berita mengejutkan: 44 tenaga non-ASN tersebut dinyatakan dipecat! Langkah yang seharusnya mengakhiri polemik justru memicu gejolak baru. Kantor DPRD TTS pun dihiasi dengan tiga karangan bunga misterius—siapa pengirimnya, hingga kini masih menjadi teka-teki. Bahkan, sempat terjadi keributan antara salah satu tenaga non-ASN dengan Wakil Ketua Komisi I.

Namun, kejanggalan terbesar terjadi setelahnya. Mereka yang sebelumnya dikabarkan dipecat justru kembali bekerja keesokan harinya. Publik semakin bingung. Apa sebenarnya yang terjadi di balik layar?

Dalam konferensi pers yang digelar untuk menjelaskan situasi ini, Sekwan akhirnya mengeluarkan pernyataan tegas. “Saat ini, kita semua masih menunggu keputusan resmi. Saya sudah berbicara dengan Pak Bupati, dan beliau juga menyinggung bahwa Kepala BKD sedang bertugas untuk melakukan konsultasi dengan BKN. Hasil dari konsultasi itulah yang akan menentukan langkah selanjutnya, apakah mereka bisa tetap bekerja atau harus diberhentikan,” ujarnya.

Pernyataan ini menimbulkan kontroversi. Bagaimana mungkin Sekwan masih menunggu hasil konsultasi dengan BKN, sementara LHP Inspektorat sudah jelas menyatakan bahwa mereka tidak memenuhi syarat? Bukankah seharusnya keputusan sudah final?

Akibatnya, 44 tenaga non-ASN DPRD TTS kini berada dalam situasi yang penuh ketidakpastian. Harapan dan ketakutan bercampur menjadi satu. Jika BKN memberikan rekomendasi yang sejalan dengan LHP Inspektorat, maka mereka benar-benar harus menerima kenyataan pahit: pekerjaan yang mereka pertahankan selama ini benar-benar hilang. Namun, jika ada celah lain, apakah mereka masih bisa kembali?

Pertanyaan demi pertanyaan terus bergulir. Satu hal yang pasti, drama ini belum mencapai babak akhirnya. Di tengah segala pernyataan yang berubah-ubah, publik hanya bisa menunggu hasil dari BKN, apakah keadilan akan benar-benar ditegakkan, atau justru aturan akan terus ditabrak?