Hendrikus Babys, Sanksi BK di Paripurna Tidak Berlaku bagi Saya

oleh -Dibaca 585 Kali
oleh
Picsart 25 03 03 17 03 59 280 scaled

MataTimor.com – TTS – Anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Hendrikus Babys, menolak keputusan Badan Kehormatan (BK) yang menjatuhkan sanksi kepadanya dalam sidang paripurna. Ia menegaskan bahwa sanksi tersebut tidak berlaku karena dirinya bukan bagian dari pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Babys juga menduga adanya rekayasa dalam keputusan tersebut dan berencana membawa kasus ini ke tingkat lebih tinggi demi mencari keadilan.

sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) resmi membacakan keputusan pelanggaran kode etik terhadap dua anggotanya, Hendrikus Babys dan Silvester Tampani, dalam sidang paripurna yang digelar di ruang sidang DPRD TTS pada Senin, 3 Maret 2025.

Keputusan ini merupakan hasil penyelidikan Badan Kehormatan (BK) DPRD TTS, yang menemukan bahwa kedua anggota dewan tersebut terbukti melakukan pelanggaran kode etik dalam tugas mereka sebagai wakil rakyat. Sidang paripurna yang digelar dengan penuh perhatian itu dihadiri oleh Bupati TTS Eduard Markus Lioe, Wakil Bupati Johny Army Konay, serta seluruh anggota DPRD TTS. Keputusan ini dibacakan langsung oleh Ketua DPRD TTS, Mordekai Liu, didampingi oleh dua Wakil Ketua DPRD, Yoksan D.K. Benu dan Arsianus Nenobahan.

Berdasarkan hasil penyelidikan BK DPRD TTS, Hendrikus Babys dinyatakan terbukti melakukan dua pelanggaran utama. Pertama, ia diduga mengeluarkan kata-kata makian dengan unsur pornografi kepada Arsi Tabun. Kedua, ia disebut melakukan pengrusakan pipa yang berdampak pada kepentingan masyarakat luas. Akibatnya, ia dikenai sanksi berupa pemberhentian dari alat kelengkapan dewan (AKD) DPRD TTS.

Sementara itu, Silvester Tampani hanya dikenai sanksi ringan berupa Surat Peringatan (SP) 1 atas pelanggaran yang dilakukannya.

Atas hal tersebut, Hendrikus Babys, saat dikonfirmasi wartawan, menjelaskan bahwa dirinya tidak menerima hasil sidang tersebut.

“Saya menghargai keputusan tersebut, tetapi dalam tata tertib itu harus ada paripurna khusus untuk kasus saya. Oleh karena itu, saya akan mempertanyakan kasus ini karena dalam risalahnya, saya melihat ada indikasi rekayasa. Saya pergi memperbaiki pipa yang rusak akibat ulah oknum tertentu, tetapi justru saya yang disalahkan,” jelas Hendrikus.

“Di situ disebutkan bahwa saya melakukan makian terhadap seorang saksi, sedangkan saksi tersebut tidak ada. Saya sangat menyesal karena saksi-saksi yang saya ajukan tidak pernah diperiksa oleh BK, padahal mereka sudah diminta untuk datang. Namun, alasan BK tidak memeriksa mereka adalah karena mereka tidak membawa KTP,”

“Orang yang merusak pipa itu bukan saya, justru saya yang pergi memperbaikinya untuk kepentingan masyarakat yang sudah kesulitan. Bagaimana bisa seperti ini? Ada empat saksi yang saya ajukan, tetapi tidak diperiksa. Lalu, ketika saya membaca risalah sidang, disebutkan bahwa saya melakukan makian. Ini jelas fitnah! Saya sangat menyesalkan cara kerja BK. Saya tegaskan kembali bahwa pipa itu dirusak oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadi, dan saya hanya berusaha memperbaikinya. Teman-teman wartawan harus menulis dengan jelas mengenai hal ini. Tuduhan makian itu adalah rekayasa, sebuah fitnah terhadap saya,”

“Saya seorang anggota DPR, bagaimana mungkin saya melawan masyarakat? Kalau saat itu saya menegur seseorang dan mengatakan kata ‘kurang ajar’, maka itu memang saya lakukan untuk mempertanyakan tindakan mereka. Tetapi saya tidak serta-merta pergi memaki orang tersebut. Saat pemeriksaan, saya datang untuk mengecek sumber air bersih, bukan untuk berurusan dengan hal lain,”

“Ketika saya berada di halaman rumahnya, saya bertanya, ‘Siapa yang membuat bor ini?’ Bukan berarti saya langsung datang untuk memaki. Orang gila saja kalau diprovokasi pasti akan bereaksi, apalagi saya yang mengerti aturan. Saya benar-benar menyesalkan hal ini,”

“Lebih parah lagi, dalam tata tertib dan tata beracara disebutkan bahwa jika ada anggota yang melanggar kode etik, harus ada paripurna khusus. Tetapi dalam kasus ini, paripurna yang digelar hanya berupa penyampaian pidato. Kenapa tiba-tiba dalam paripurna itu dibacakan keputusan bahwa saya melanggar kode etik? Ini kan urusan internal lembaga! Dalam tata beracara Pasal 38 sudah diatur dengan jelas,”

“Saya akan tetap menindaklanjuti dan mempertanyakan hal ini hingga ke Mahkamah Konstitusi. Pemberhentian dari alat kelengkapan dewan memang sudah tertuang dalam tata tertib, dan saya terima karena saya memang bukan bagian dari alat kelengkapan tersebut. Artinya, sanksi itu tidak berlaku bagi saya. Tetapi yang saya lihat, opini publik sudah dibentuk seolah-olah saya bersalah. Padahal, sebagai anggota DPR, tugas kita adalah memperjuangkan kepentingan banyak masyarakat, bukan hanya satu orang saja. Karena itu, saya tegaskan lagi bahwa pipa tersebut dirusak oleh saudara Aris Tabun bersama beberapa orang lainnya. Itu bukan sekadar kran, melainkan bor liar yang dipasang di pipa induk. Saya datang ke sana karena sebagai orang yang dituakan di daerah itu, saya merasa bertanggung jawab untuk melihat kondisi air bersih yang selama hampir tiga bulan dikonsumsi masyarakat dalam keadaan kotor akibat ulah Aris Tabun dan kelompoknya,” tegasnya.

sementara itu, Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD TTS, Sefriths E.D. Nau, saat dikonfirmasi menjelaskan terkait informasi yang menyatakan BK melanggar tata tertib dan kode etik.

“Saya perlu sampaikan bahwa dalam pelaksanaan tugas BK yang sekarang ini, BK tidak pernah melanggar tata tertib dan kode etik,” tegasnya.

“Dalam Pasal 16 Peraturan DPRD Nomor 3, BK wajib merahasiakan proses penyelidikan dan verifikasi. Karena itu, selama proses berlangsung, BK tidak pernah mempublikasikan hasil penyelidikan dan verifikasi. Namun, terhadap hasil keputusan, hal tersebut wajib disampaikan oleh BK agar diketahui publik. Jadi, tidak ada pelanggaran kode etik.”

Sedangkan terkait penyampaian keputusan BK dalam rapat paripurna, lanjutnya, hal tersebut bersifat informatif, bukan untuk dibahas atau meminta persetujuan pimpinan dalam sidang paripurna. “Sesuai dengan tata beracara, semuanya sudah jelas.”

Terkait hal lain, Sefriths menegaskan bahwa BK tidak mengurus persoalan partai politik. BK hanya menangani keberadaan anggota DPRD di lembaga DPRD TTS, khususnya jika terjadi pelanggaran terhadap tata tertib dan kode etik DPRD. Itulah yang akan diluruskan oleh BK.

“BK justru selama ini menyerukan dan menghimbau agar semua anggota DPRD menjalankan tugas dengan lebih baik sesuai fungsinya,” kata Ketua BK.

Sedangkan terkait komentar Hendrikus Babys yang tidak menerima keputusan tersebut, Sefriths menjelaskan bahwa pihaknya tidak bisa lagi berkomentar karena semua telah diserahkan ke paripurna.

“Silakan, siapa pun yang ingin berproses ke mana pun, itu adalah urusan mereka. Kami di BK sudah menyelesaikan tugas kami, dan saya tidak perlu berkomentar lagi karena semua sudah diserahkan ke paripurna,” jelas Sefriths.

BK juga mengaku telah mendengar langsung keterangan dari korban dan saksi, serta melakukan wawancara langsung di lapangan dan mengumpulkan semua data sehingga tidak ada rekayasa dalam prosesnya.

Terkait pernyataan Hendrikus Babys bahwa empat orang saksi yang disiapkan tidak diperiksa oleh BK, Sefriths menegaskan bahwa semua saksi telah diperiksa.