MataTimor.com – TTS – Polemik pencairan Anggaran Dana Desa (ADD) 2024 di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menjadi perhatian publik dan memicu perdebatan di kalangan pemerintah daerah dan legislatif. Sebagian besar desa di Kabupaten TTS terpaksa mencairkan dana tersebut pada awal tahun 2025, meskipun menurut aturan, ADD seharusnya dicairkan pada tahun 2024. Hal ini kemudian memunculkan masalah terkait prosedur pencairan melalui rekening yang disebut “rekening bayangan.” Sebagai langkah untuk mengatasi masalah ini, Komisi I dan Komisi II DPRD TTS menginisiasi pertemuan dengan berbagai pihak terkait untuk membahas persoalan tersebut.
Pertemuan yang digelar di ruang Banggar DPRD TTS pada Rabu, 7 Januari 2025, dihadiri oleh sejumlah pejabat dari berbagai instansi. Pertemuan ini dipimpin oleh Wakil Ketua I DPRD TTS, Yoksan D. K. Benu, A.Md., yang didampingi oleh Wakil Ketua II DPRD TTS, Arsianus J. Nenobahan, A.Md., serta Ketua Komisi I DPRD TTS, Marthen Natonis, S.Hut., M.Si bersama anggota,ketua komisi II DPRD TTS, Semi Sanam dan anggota, Turut hadir dalam pertemuan tersebut Kepala BPKAD, Sekretaris BPKAD, PLT Inspektorat, Sekretaris Dinas PMD, Forkades, serta perwakilan dari perbankan seperti Bank NTT, BRI, dan BNI.
Polemik ini dimulai ketika sejumlah desa di Kabupaten TTS terpaksa mencairkan dana ADD mereka pada tahun 2025, meskipun dana tersebut seharusnya sudah dicairkan pada tahun 2024. Dalam upaya untuk menyelamatkan anggaran tersebut agar tidak menjadi sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa), beberapa desa terpaksa menggunakan rekening yang disebut sebagai rekening bayangan. Meskipun niat tersebut untuk menyelamatkan dana, hal ini justru menimbulkan masalah besar.
Pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih empat jam itu memperlihatkan adanya ketidaksesuaian prosedur dalam pencairan ADD. Setelah mendengarkan pandangan dari berbagai pihak, disepakati bahwa pencairan melalui rekening bayangan merupakan pelanggaran aturan. Tidak ada regulasi yang membenarkan penggunaan rekening selain rekening resmi desa untuk pencairan dana ADD.
Namun, permasalahan ini menjadi semakin rumit karena banyak desa yang sudah terlanjur mencairkan dana tersebut melalui rekening bayangan. Dalam pertemuan itu, muncul pertanyaan besar: Siapa yang harus bertanggung jawab jika kemudian ditemukan pelanggaran atau temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)? Kepala desa dihadapkan pada situasi dilematis, di mana mereka terjebak dalam keputusan yang diambil untuk menyelamatkan dana, meskipun melanggar prosedur.
Dalam pertemuan tersebut, Sekretaris BPKAD TTS, bersama dengan PLT Inspektorat, menyampaikan bahwa dana ADD yang sudah tercairkan pada tahun 2025 seharusnya sudah menjadi Silpa pada akhir tahun 2024. Menurut mereka, apabila dana tersebut tetap dicairkan, maka akan menjadi temuan pada saat pemeriksaan oleh BPK, yang dapat menimbulkan konsekuensi hukum di kemudian hari.
Keterlambatan dalam pencairan dana ADD ini tidak hanya membebani kepala desa, tetapi juga membuat sejumlah desa terjebak dalam situasi yang penuh risiko hukum. Sementara itu, banyak pihak menganggap bahwa para kepala desa dijebak dalam penggunaan rekening bayangan ini, yang belum memiliki dasar hukum yang jelas.
Ketua Forum FPPD Timor, Dony Tanoen, memberikan apresiasi atas langkah DPRD TTS yang menginisiasi pertemuan ini. Menurut Dony, masalah pencairan ADD ini sangat merugikan kepala desa dan bisa berpotensi menjadi masalah hukum yang lebih besar.
“Saya sudah menduga sejak awal bahwa ini adalah jebakan bagi para kepala desa. Tidak ada Surat Keputusan (SK) Bupati yang mengatur bahwa satu kepala desa bisa memiliki dua rekening untuk mencairkan dana ADD. Dalam pertemuan ini, Sekretaris BPKAD dengan tegas mengatakan bahwa dana ADD tahun 2024 yang tercairkan pada tahun 2025 harus dianggap Silpa, dan jika dicairkan, akan menjadi temuan saat pemeriksaan oleh BPK,” ungkap Dony Tanoen.
Dony juga menambahkan bahwa DPRD TTS, khususnya Komisi I, harus segera melakukan komunikasi dengan BPKP untuk mencari solusi terhadap masalah ini. Menurutnya, hampir semua desa dari total 109 desa di Kabupaten TTS sudah terlanjur mencairkan dana tersebut, yang bisa berpotensi menimbulkan masalah hukum bagi kepala desa.
“PKAD dan Bank NTT harus bertanggung jawab agar masalah ini tidak menjadi masalah hukum bagi kepala desa. Sebagai bagian dari solusi, DPRD TTS harus memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil tidak merugikan kepala desa yang sudah terlanjur terjebak dalam pencairan melalui rekening bayangan,” tegas Dony.
Atas Kejadian ini langkah komisi I DPRD sendiri sebagaimana dikatakan ketua Komisi I DPRD TTS,Marthen Natonis usai rapat bahwa semua harus mencari solusi, Komisi I juga akan melaporkan hal ini ke pimpinan DPRD TTS secara lembaga untuk membahas langkah-langkah lebih lanjut untuk mencari solusi terbaik bagi desa-desa yang sudah terlanjur mencairkan dana melalui rekening bayangan.” Kita berharap agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam masalah ini, baik kepala desa maupun masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari pencairan ADD” jelas Marten
Ditambahkan wakil ketua komisi I, Yerim Yos Fallo bahwa, ” Kami akan berusaha mencari solusi yang terbaik bagi kepala desa yang sudah terlanjur mencairkan dana mereka melalui rekening bayangan. Kami juga akan terus berkomunikasi dengan BPKP dan instansi terkait untuk memastikan agar masalah ini tidak berlarut-larut dan merugikan pihak manapun,”.cetus Yerim
Polemik pencairan ADD 2024 di Kabupaten TTS menunjukkan adanya ketidakselarasan dalam implementasi regulasi yang mengatur pencairan dana desa. Meskipun niat untuk menyelamatkan anggaran desa terbilang mulia, pencairan melalui rekening bayangan tidak dibenarkan oleh aturan yang berlaku. Para kepala desa yang terjebak dalam keputusan ini kini harus bersiap menghadapi konsekuensi hukum, terutama jika ada temuan dari BPK di kemudian hari.
DPRD TTS bersama dengan pihak terkait kini sedang berupaya mencari solusi untuk meringankan beban kepala desa dan memastikan agar masalah ini dapat diselesaikan dengan bijaksana.