Londa Minta Bantuan Aktivis NTT, Dugaan Manipulasi Data PPPK di DPRD TTS Kian Disorot

oleh -Dibaca 762 Kali
oleh
IMG 20250218 WA0032

MataTimor.com – TTS – Iswandy Godlief Dominggus Lona, yang akrab disapa Londa, kembali bersuara lantang menuntut keadilan atas dugaan manipulasi data dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di DPRD Timor Tengah Selatan (TTS). Merasa kasus ini dibiarkan tanpa tindak lanjut, Londa meminta pertolongan dari para aktivis di NTT untuk turut mengawal dan memperjuangkan keadilan.

“Saya tidak punya kepentingan apa pun, hanya ingin keadilan. Saya harus meminta pertolongan dari para aktivis di NTT, karena saya yakin masih banyak yang peduli dan mau memperjuangkan kebenaran,” ungkap Londa kepada MataTimor.com pada Selasa, 18 Februari 2025, di Kelurahan Nonohonis, Kecamatan Kota Soe, TTS.

Menurutnya, dugaan kecurangan ini harus diungkap agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas. Londa menegaskan dirinya siap memperjuangkan kasus ini sampai tuntas. “Sekarang kita masih menduga, tetapi SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak) yang dikeluarkan itu jelas ada manipulasi. Saya akan terus bersuara,” tegas pria berdarah Rote NTT itu.

Sebelumnya, Londa telah menantang pemerintah untuk mencabut aturan seleksi PPPK di Kabupaten TTS jika aturan tersebut justru dilanggar oleh pihak yang seharusnya menegakkannya.

“Kalau memang aturan ini bertujuan untuk membantu anak daerah mendapatkan pekerjaan, lebih baik dihapus saja daripada justru dilanggar oleh pemerintah sendiri,” ujar Londa pada Senin, 17 Februari 2025.

Ia mengungkapkan bahwa sejumlah nama yang sebelumnya tidak terdaftar sebagai tenaga non-ASN tiba-tiba muncul dalam database setelah seleksi PPPK dibuka. Sebagai mantan tenaga outsourcing di Sekretariat DPRD TTS dari 2020 hingga 2023, Londa merasa janggal dengan hal ini.

“Saya bekerja selama tiga tahun di DPRD melalui PT Trigama Group. Saya tahu betul siapa saja yang benar-benar bekerja di sana. Tapi sekarang, ada beberapa nama yang tiba-tiba muncul sebagai tenaga non-ASN. Ini jelas tidak masuk akal,” bebernya.

Ia juga menyoroti bahwa pengalihan status tenaga outsourcing menjadi tenaga non-ASN bertentangan dengan aturan yang melarang rekrutmen tenaga honorer baru sejak 2022. “Ini bukan soal iri, tapi soal keadilan. Banyak masyarakat lain yang juga membutuhkan pekerjaan,” tambahnya.

Londa kecewa dengan sikap pemerintah daerah yang terkesan membiarkan kasus ini berlarut-larut tanpa kejelasan. Ia mengingatkan bahwa ketidakadilan semacam ini bisa menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

“Saya hanya minta keadilan. Jangan sampai aturan pemerintah tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” katanya.

Londa juga menegaskan bahwa perjuangannya ini murni atas inisiatif pribadi tanpa dukungan dari pihak mana pun. Ia berharap media dan masyarakat luas ikut mengawal kasus ini.

Namun, hingga kini, pihak Sekretariat DPRD TTS belum memberikan klarifikasi. Saat dikonfirmasi pada Kamis, 13 Februari 2025, Sekretaris DPRD TTS, Alberth D. I. Boimau, hanya memberikan jawaban singkat melalui pesan teks: “No comment.”