TTS – Matatimor.com – Desa Nasi, Kecamatan Amanatun Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), menjadi sorotan Komisi I DPRD TTS karena hingga akhir Mei 2025 belum juga menyelesaikan verifikasi Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Dana Desa Tahun Anggaran 2024.
Salah satu temuan paling krusial adalah tidak disetornya dana pekerjaan fisik pembangunan satu unit bak air bersih senilai Rp58.459.600 ke rekening kas desa sebagai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), yang semestinya telah disetor pada akhir tahun 2024.
Dana tersebut diklaim telah digunakan sebagian untuk pengadaan material non-lokal seperti semen dan besi beton, serta material lokal berupa pasir dan batu. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, pekerjaan fisik tersebut belum juga dilaksanakan. Akibatnya, tumpukan material pasir yang telah dikirim ke lokasi justru hanyut terbawa air hujan, yang memicu polemik dan memperkeruh situasi keterlambatan SPJ di Desa Nasi.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi I DPRD TTS, Marthen Natonis, S.Hut., M.Si., didampingi Sekretaris Komisi I, Jakobus Banamtuan, dan anggota Komisi I, Yermias Kabnani, turun langsung ke Desa Nasi. Mereka bertemu dengan Penjabat Kepala Desa Nasi, Isak Y.O. Tafuli, serta Sekretaris Desa, Yefri Linome, untuk menggali akar persoalan.
Dalam pantauan wartawan pada Rabu (28/05/2025), Marthen Natonis menyampaikan bahwa hingga penghujung Mei 2025, dari total 266 desa di Kabupaten TTS, masih ada dua desa yang belum melakukan verifikasi dokumen SPJ Tahun Anggaran 2024.
“Komisi I DPRD TTS hari ini fokus pada dua desa, yakni Desa Nasi di Amanatun Utara dan Desa Bena di Amanuban Selatan. Kedua desa ini belum menyelesaikan verifikasi SPJ serta evaluasi dan asistensi dokumen perencanaan RKPDesa dan APBDesa Tahun 2025 karena SPJ belum tuntas,” jelas Marthen.
Ia juga secara langsung mempertanyakan kepada Penjabat Kepala Desa, Sekretaris Desa, serta Tenaga Pendamping Desa Kecamatan mengenai akar persoalan tersebut.
“Desa Nasi sampai saat ini belum juga menyelesaikan SPJ. Bahkan proses verifikasi pun belum dilakukan. Saya minta Penjabat Kepala Desa memberikan gambaran: sejauh mana proses ini berjalan? Apa kendala atau hambatan yang dihadapi? Karena sebagian besar desa lain sudah tuntas, sementara Desa Nasi belum. Ini ada apa sebenarnya?” tegas politisi Partai Perindo itu.
Marthen menekankan bahwa kelengkapan dokumen pertanggungjawaban merupakan syarat utama kelancaran urusan pemerintahan desa.
“Kalau urusan SPJ saja belum tuntas, bagaimana urusan lain akan berjalan lancar? Karena dokumen pertanggungjawaban adalah urusan utama yang tidak boleh diabaikan. Jika SPJ tidak masuk, jangan bicara program lain. Jangan kita sibuk mengurus hal-hal yang belum dilakukan, tapi mengabaikan tanggung jawab yang ada di depan mata,” ujarnya.
Ia mencontohkan, jika SPJ tidak tuntas, maka APBDesa pun tidak mungkin dapat disahkan, termasuk untuk pembiayaan BUMDesa atau kegiatan lainnya.
Menutup pernyataannya, mantan ASN ini mengingatkan agar sikap acuh tak acuh dari aparat pemerintah desa tidak menjadi beban yang merugikan hak dan kesejahteraan masyarakat. Ia juga mengingatkan bahwa kelalaian bisa berdampak hukum bagi aparat yang tidak taat asas.
“Kami dari DPRD membantu pemerintah daerah agar bisa mengantisipasi dampak buruk akibat kelalaian satu-dua oknum. Jangan sampai kelakuan segelintir orang menghambat kepentingan seluruh warga desa selama satu tahun. Dan ingat, bahwa tugas kami bisa meminta aparat penegak hukum (APH) untuk menindak jika benar terjadi hal yang merugikan,” pungkasnya.
Menanggapi sorotan dari Komisi I DPRD TTS, Penjabat Kepala Desa Nasi, Isak Y.O. Tafuli, menyatakan bahwa kendala utama terletak pada Sekretaris Desa dan Bendahara. Ia juga menyebut bahwa dirinya baru menjabat sebagai penjabat kepala desa pada 30 Desember 2024, saat proses pengelolaan dana desa sudah berjalan.
Ia menjelaskan bahwa ada tiga kegiatan fisik yang dibiayai oleh dana desa, yakni rehab posyandu, pembangunan bantuan stimulan 10 unit rumah, dan pembuatan bak air bersih. Dua kegiatan pertama telah rampung, sedangkan pembangunan bak air bersih belum dikerjakan.
“Saya dilantik 30 Desember. Untuk kendala pencairan dana dan pengelolaannya, nanti dijelaskan oleh Sekretaris Desa,” ujarnya kepada Ketua Komisi I DPRD TTS, Marthen Natonis, saat pertemuan di Kantor Desa Nasi, Rabu (28/05/2025).
Lebih lanjut, ia mendesak Sekretaris Desa untuk memberikan penjelasan agar persoalan ini dapat ditindaklanjuti. Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Desa Nasi akhirnya membuat pernyataan resmi yang menyatakan kesanggupannya untuk mengembalikan dana SILPA yang belum disetor.
“Saya yang bertanda tangan di bawah ini, dengan sadar, bersedia untuk segera menyetor dana senilai Rp58.459.600 ke rekening kas desa paling lambat tanggal 3 Juni 2025. Apabila saya tidak menjalankan sesuai isi pernyataan ini, maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai aturan yang berlaku,” cetusnya sesuai isi pernyataan tertulis.