Isu Suku di Pilgub NTT, Realita atau Ancaman bagi Persatuan

oleh -Dibaca 717 Kali
oleh
IMG 20241014 WA0033
Foto : Yabes Nubatonis, SH , Sekretaris DPC Peradi Kabupaten TTS

MataTimor.com – Opini – Oleh Yabes Nubatonis,SH.

Menjelang Pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) 2024, berbagai isu mulai muncul dan dimainkan oleh sejumlah pasangan calon gubernur. Salah satu isu yang terus menarik perhatian masyarakat adalah isu suku, yang meskipun sudah sering disoroti, tetap memiliki daya tarik tersendiri dalam konteks politik lokal. Isu ini tidak bisa diabaikan, karena di tengah keinginan masyarakat untuk memilih pemimpin yang tepat, sentimen kesukuan masih menjadi faktor yang kuat.

Dalam setiap kontestasi politik, selalu ada dinamika antara idealisme dan realita politik. Di NTT, keberagaman suku menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, wajar jika ada suara-suara yang mengangkat isu keterwakilan suku dalam pemilihan gubernur. Banyak yang berpendapat bahwa setiap wilayah atau suku seharusnya memiliki keterwakilan yang proporsional, terutama di daerah yang sangat beragam seperti NTT. Dalam pandangan sebagian masyarakat, memilih pemimpin yang berasal dari suku tertentu adalah bentuk penegasan identitas lokal dan aspirasi kolektif yang sudah lama terbentuk.

Namun, di sisi lain, ada juga argumen kuat yang menegaskan bahwa politik tidak boleh dikaitkan dengan isu suku. Politik identitas, khususnya berbasis suku, dianggap dapat memecah belah masyarakat dan mengalihkan perhatian dari kualitas kepemimpinan serta program-program yang dibawa oleh para calon. Politik seharusnya didasarkan pada visi, misi, dan kemampuan calon untuk memimpin, bukan pada afiliasi etnis semata. Dalam perspektif ini, mengangkat isu suku dalam pemilihan dapat dianggap sebagai cara untuk membatasi pandangan masyarakat, menutup peluang untuk melihat calon yang paling kompeten.

Namun, kenyataan politik di NTT menunjukkan bahwa isu suku bukanlah hal yang mudah diatasi. Di wilayah yang memiliki keragaman budaya yang sangat kaya, suku kerap menjadi bagian dari jati diri masyarakat, dan hal ini sering kali diterjemahkan ke dalam pilihan politik. Sehingga, meskipun ada upaya untuk menyingkirkan politik identitas berbasis suku, isu ini tetap sulit dieliminasi sepenuhnya.