MataTimor.com – TTS – Ketua Forum Pemerhati Demokrasi ( FPD) Timor, Doni Tanoen, melontarkan kritik tajam terhadap pernyataan Kepala BKPSDMD Kabupaten TTS, Dominggus Banunaek, terkait polemik 44 tenaga non-ASN di DPRD TTS yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam seleksi PPPK.
Menurut Doni, BKPSDMD seolah mencari alasan dengan menyebut bahwa seluruh kewenangan ada di tangan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Padahal, dalam pertemuan klarifikasi pada 4 Februari 2025 di ruang Komisi I DPRD TTS, Kepala BKPSDMD dan Sekretaris DPRD (Sekwan) telah mengakui bahwa berdasarkan regulasi, ke-44 tenaga non-ASN itu memang tidak memenuhi syarat.
“Dalam pertemuan itu, Pak Sekwan sendiri mengakui bahwa kalau ikut aturan, 44 orang ini tidak memenuhi syarat untuk seleksi PPPK. Bahkan, Kepala BKPSDMD juga menyatakan bahwa jika demikian, maka mereka pasti tidak lulus. Itu adalah kesepakatan dengan Komisi I,” tegas Doni, Minggu (9/3/2025).
Lebih lanjut, Doni menyoroti sikap BKPSDMD yang dinilainya tidak tegas dalam menangani kasus ini. Ia menilai bahwa sejak awal, BKPSDMD seharusnya sudah menyampaikan temuan ini ke BKN, tetapi faktanya 44 orang tersebut tetap dinyatakan lulus dalam seleksi awal.
“Kesepakatannya saat itu adalah Pak Sekwan akan mengkaji kembali SPTJM yang telah dikeluarkan. Kepala BKPSDMD sudah tahu, seharusnya sudah disampaikan ke BKN. Tapi nyatanya, mereka tetap lulus administrasi. Ini artinya BKPSDMD tidak tegas,” cetusnya.
Doni juga membandingkan dengan kasus serupa yang melibatkan delapan orang guru honorer di Kabupaten TTS. Menurutnya, saat terjadi masalah pada mereka, langkah untuk menganulir atau membatalkan kelulusan berlangsung cepat.
“Kenapa saat kasus serupa terjadi pada delapan guru honorer, keputusan untuk membatalkan langsung diambil dengan cepat? Ini jadi tanda tanya besar,” ujarnya.
Doni juga mempertanyakan dasar pengalihan status 44 tenaga non-ASN dari outsourcing ke tenaga honorer per 1 Januari 2024. Sebab, salah satu syarat utama untuk mengikuti seleksi PPPK adalah telah berstatus honorer minimal dua tahun.
“Ini jelas menyalahi aturan. Mereka baru dialihkan statusnya menjadi honorer pada 1 Januari 2024, padahal syaratnya minimal dua tahun. Ini menunjukkan ada persoalan dalam proses seleksi PPPK di Sekretariat DPRD. Pak Sekwan dan Pak Kepala BKPSDMD harus segera memastikan status mereka, atau mereka juga harus ikut bertanggung jawab karena aturan sudah jelas, bahkan hasil audit Inspektorat Daerah TTS juga sudah ada,” tegasnya.
Doni menegaskan bahwa jika tidak ada kejelasan, maka pihaknya akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Ia menyebut adanya indikasi pemalsuan dalam dokumen SPTJM yang digunakan sebagai dasar kelulusan ke-44 tenaga non-ASN tersebut.
“Setelah aksi ini, kami pastikan persoalan ini akan kami bawa ke jalur hukum terkait dugaan pemalsuan SPTJM,” Cetus Doni
Ia juga meminta pimpinan DPRD dan Komisi I untuk tetap mengawal kasus ini dan tidak tunduk pada tekanan apa pun.
“Pimpinan DPRD dan Komisi I jangan lemah. Jangan sampai ada keputusan pagi bicara lain, sore buat lain. Saya tidak meminta lebih, hanya ingin ada keadilan dan kebenaran di daerah ini. Itu bisa terwujud kalau kita semua belajar jujur dan taat aturan,” tandas Doni.
Sementara itu, Kepala BKPSDMD TTS, Dominggus Banunaek, sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa pihaknya telah bersurat ke BKN pada Jumat lalu untuk meminta arahan terkait pencabutan status 44 tenaga non-ASN ini dari database seleksi PPPK.
“Keputusan ini tidak bisa serta-merta diambil oleh pemerintah daerah, melainkan harus dikaji lebih lanjut di tingkat pusat,” jelas Dominggus.
Menurutnya, jika terbukti ada ketidaksesuaian data dalam SPTJM, maka kelulusan mereka akan dibatalkan dan status mereka akan dikembalikan sesuai posisi sebelumnya.
“Jika terbukti ada ketidaksesuaian data dan SPTJM dibuat tidak benar, maka kelulusan mereka akan dibatalkan. Mereka akan dikembalikan ke DPRD, dengan status tenaga outsourcing tetap sebagai outsourcing, dan tenaga honor tetap sebagai tenaga non-ASN,” pungkasnya.