Taman Bu’at Bukan Milik Pemda, Komisi II DPRD dan Bupati TTS Temui Kementerian Kehutanan

Shares

TTS – MataTimor.com ][ Status kepemilikan dan pengelolaan Taman Bu’at, salah satu ikon wisata andalan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), ternyata bukan berada di bawah kewenangan Pemerintah Daerah. Hal ini terungkap setelah Komisi II DPRD TTS bersama Bupati TTS, Eduard Markus Lioe, melakukan kunjungan ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia pada Senin, 23 Juni 2025.

Ketua Komisi II DPRD TTS, Samuel Sanam, mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil monitoring dan pertemuan dengan berbagai pihak terkait, diketahui bahwa sejak tahun 2021, hak kelola kawasan Taman Bu’at termasuk dalam kawasan seluas 314 hektare yang telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan kepada Gapoktan Oraetlabora di Desa Noinbila, kecamatan Mollo Selatan untuk pengelolaan dalam skema Perhutanan Sosial.

“Taman Bu’at sudah masuk dalam SK Menteri Kehutanan tahun 2021 dan diserahkan kepada Gapoktan Oraetlabora dalam skema perhutanan sosial. Ini terungkap saat pertemuan kami dengan UPT KPH, Dinas Pariwisata, dan ketua Gapoktan, Mama Dortia Ufi pada 5 Mei lalu,” jelas Samuel, yang akrab disapa Semi, saat dikonfirmasi MataTimor.com.

Baca Juga  Semua Pihak di Kabupaten SBD Diminta Tahan Diri Terkait Kasus Dugaan Korupsi Dana BOS Yatutim

Menurut Semi, meski Taman Bu’at telah lama dikelola Pemda TTS melalui Dinas Pariwisata sejak 1978 dan bahkan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), ternyata secara legal kawasan tersebut telah beralih status tanpa diketahui secara pasti oleh Pemda.

“Ada perbedaan pandangan antara Pemda dan Gapoktan. Pemda merasa taman itu tetap milik pemda , sementara KPH menyatakan sudah termasuk dalam SK kehutanan, dan kataketua Gapoktan, taman Bu’at tidak termasuk dalam 314 HA”, tambahnya.

Konflik pengelolaan ini berdampak pada ketidakpastian alokasi anggaran. Sejak 2022, penganggaran untuk pengembangan Taman Bu’at tidak lagi bisa dilakukan melalui APBD karena status legalitas lahannya belum jelas dan menjadi temuan BPK.

“Dari sisi aset, menurut Dinas PKAD, sudah terdaftar ada lebih dari 30 aset milik Pemda di Taman Bu’at. Tapi dari sisi kehutanan, area itu sudah jadi bagian dari wilayah perhutanan sosial Gapoktan. Ini yang menyebabkan konflik kepemilikan,” jelas Semi.

Sebagai langkah penyelesaian, DPRD dan Pemda meminta dukungan Gapoktan untuk merevisi SK Menteri dengan mengeluarkan sekitar 8 hektare area Taman Bu’at dari total 314 hektare yang diberikan dalam izin perhutanan sosial.

Baca Juga  Gavriel Novanto Salurkan Bantuan untuk Korban Longsor di Kuatae TTS, Siap Dukung Relokasi

“Kami bersyukur ketua Gapoktan bersedia memberi surat dukungan untuk revisi SK. Bersama Pemda, kami mengusulkan ke Kementerian Kehutanan agar Taman Bu’at dikeluarkan dari izin perhutanan sosial tersebut,” ungkapnya.

Dalam pertemuan dengan Sekretaris Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan, pihak kementerian menyatakan kesediaannya untuk mengevaluasi kembali SK tersebut. Tim kementerian akan turun langsung ke lokasi untuk memverifikasi fakta lapangan sebelum proses revisi dilakukan.

“Setelah revisi SK, Pemda dapat memilih dua mekanisme: mengusulkan pelepasan melalui program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) atau pengajuan izin pemanfaatan untuk pariwisata,” jelas Semi.

DPRD menyatakan akan terus mengawal proses ini hingga tuntas, demi menjaga keberlangsungan ikon wisata dan aset Pemda.

“Kami tidak ingin Taman Bu’at hilang sebagai ikon pariwisata TTS. Maka kami akan kawal ini sampai tuntas. Syukur Bapak Bupati juga hadir dalam pertemuan ini dan langsung mendapat respon positif dari kementerian,” pungkasnya.