Kupang, MataTimor.com- Semangat dan rasa bangga mewarnai suasana Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), saat Pagelaran Budaya Bhayangkara Kupang Exotic Festival 2025 resmi digelar di Jalan El Tari Kupang, Sabtu (28/6/2025).
Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian perayaan Hari Bhayangkara ke-79 yang diselenggarakan oleh Polda NTT bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTT, Bank Indonesia, dan BUMD NTT.
Pagelaran budaya ini dibuka secara resmi oleh Kapolda NTT, Irjen Pol. Dr. Rudi Darmoko, S.I.K., M.Si., dan turut dihadiri oleh Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, Ketua DPRD NTT Emilia J. Nomleni, para pejabat utama Polda NTT, Forkopimda Provinsi NTT, serta pimpinan BUMN dan BUMD dari seluruh penjuru wilayah NTT.
Tahun ini, Kupang Exotic Festival menghadirkan 36 peserta dari berbagai suku dan etnis di NTT, termasuk beberapa perwakilan dari luar daerah, menjadikan festival ini sebagai panggung perayaan kebhinekaan dan kekayaan budaya Nusantara. Setiap penampilan menggambarkan warna-warni tradisi yang hidup di tengah masyarakat Indonesia Timur.
Salah satu penampilan paling menyita perhatian datang dari Polres Timor Tengah Selatan (TTS). Dengan tema “Fatu Atonis”, mereka mengangkat kisah legenda batu penelan manusia yang hidup dalam cerita rakyat etnis Nunkolo Amanatun Selatan. Kisah ini bukan sekadar dongeng, melainkan simbol keteguhan, keberanian, dan pengabdian.
Dipimpin langsung oleh Kapolres TTS AKBP Sigit Harimbawan, S.I.K., M.H. dan Kasat Intelkam IPTU Jenedi Lian, S.H., tim Polres TTS menampilkan sebuah pertunjukan budaya yang penuh makna dan memukau secara visual.
Brigpol Ermy Yolanda Patibani, Polwan berprestasi dari TTS, yang tampil memukau mengenakan kostum perpaduan tiga etnis besar di TTS: Amanuban, Mollo, dan Amanatun. Konsep “tiga batu tungku” menjadi simbol persatuan, kerja sama, dan kolaborasi membangun daerah. Dihiasi Taka (hiasan kepala khas wanita TTS) dan miniatur Fatu Atonis, ia memerankan sosok perempuan pejuang yang mencerminkan dedikasi dan loyalitas anggota Polri dalam mengabdi pada masyarakat dan bangsa.
Polki Muhammad Fadli Pangestu Putra, berperan sebagai usif (raja) Amanatun, tampil gagah mengenakan busana adat lengkap khas TTS. Ia menggambarkan sosok pemimpin yang bijaksana, berwibawa, dan selalu siap melindungi masyarakat, sebuah figur ideal bagi masyarakat adat maupun kehidupan modern.
Penampilan mereka semakin hidup dengan Tarian Lopo Manekat, dibawakan oleh penari-penari Polres TTS diiringi alat musik tradisional Gong Bano. Tarian ini menyimbolkan kemenangan, kedamaian, dan rasa syukur, yang biasa ditampilkan seusai panen raya atau peperangan. Kini, tarian ini telah menjadi ikon budaya TTS yang ditampilkan dalam berbagai momen seremonial dan pelestarian adat.
Dalam sambutannya, Kapolda NTT Irjen Pol. Rudi Darmoko menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh peserta dan pihak yang terlibat. Ia menekankan pentingnya peran Polri dalam menjaga jalinan sosial dan budaya di masyarakat.
“ Pagelaran ini menjadi momentum penting untuk menunjukkan bahwa Polri hadir bukan hanya sebagai penjaga keamanan, tetapi juga bagian dari masyarakat yang menjaga, melestarikan, dan merawat budaya, sebagai identitas luhur bangsa,” ujar Kapolda NTT.
Lebih dari itu, ia menyebut bahwa kegiatan ini telah berhasil menjadi ruang pertemuan antarbudaya, memperkuat solidaritas lintas etnis, dan menanamkan semangat kebhinekaan dan persatuan di Nusa Tenggara Timur.
Sebagai penutup yang tak kalah meriah, lapangan Mapolda NTT disulap menjadi panggung musik megah. Dua musisi kebanggaan NTT, Pice Kota dan Alfred Gere, tampil membawakan lagu-lagu daerah yang penuh semangat dan identitas lokal. Musik mereka tidak hanya menghibur, tapi juga menegaskan bahwa budaya lokal adalah perekat yang menyatukan seluruh masyarakat Indonesia.
Sorak sorai, tepuk tangan, dan lantunan musik tradisional yang dikemas modern menjadi penanda berakhirnya festival dengan penuh kehangatan dan harapan.
Kupang Exotic Festival 2025 tidak hanya sekadar seremonial perayaan Hari Bhayangkara, tetapi kini telah ditetapkan sebagai agenda tahunan oleh Polda NTT. Festival ini akan terus digelar menjelang Hari Bhayangkara setiap tahun sebagai bentuk komitmen Polri bersama pemerintah daerah dalam menjaga keberlanjutan budaya sebagai fondasi pembangunan dan harmoni sosial di Nusa Tenggara Timur.
Dengan semangat Bhayangkara ke-79, Pagelaran Budaya Bhayangkara menjadi lambang pengabdian Polri yang menyatu dengan denyut kehidupan masyarakat, sekaligus penjaga nilai budaya dan keberagaman Indonesia.