Kunker ke TTP Mollo, Komisi II Temukan Banyak Fasilitas Tak Terurus

oleh -Dibaca 480 Kali
oleh
IMG 20250211 WA0045 scaled

MataTimor.com – TTS – Sebagaimana kita ketahui bersama, pemerintah telah menyiapkan banyak cara untuk mendukung masyarakat, termasuk Taman Teknologi Pertanian (TTP). TTP merupakan pusat inovasi dan pengembangan teknologi di bidang pertanian yang berfungsi sebagai tempat penelitian, pelatihan, serta percontohan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pertanian.

Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan dari TTP adalah : Transfer Teknologi – Menyediakan dan menerapkan teknologi terbaru dalam pertanian, Pelatihan Petani dan Penyuluh – Meningkatkan keterampilan petani melalui edukasi dan praktik langsung, Pengembangan Agribisnis – Mendorong usaha pertanian berbasis inovasi agar lebih berdaya saing, Peningkatan Produktivitas – Memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan hasil pertanian.

Namun, kondisi berbeda terjadi di salah satu TTP yang berlokasi di Desa Netpala, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sejak dihibahkan oleh pemerintah pusat kepada Pemda TTS pada tahun 2018, TTP ini tidak dikelola dengan baik. Hal ini terungkap setelah Komisi II DPRD TTS melakukan kunjungan kerja ke lokasi TTP pada Senin, 10 Februari 2025.

Dalam kunjungan tersebut, hadir Wakil Ketua DPRD TTS Yoksan D. K. Benu, A.Md, Ketua Komisi II DPRD TTS Semuel D. Y. Sanam, S.H., Wakil Ketua Habel A. Hotty, Sekretaris Jean E.M. Neonufa, S.E., serta anggota lainnya seperti Uria Kore, Robinson S. Faot, Dominggus Beukliu, Matheos Lakapu, S.Pd., Jhon Karibera, dan sejumlah staf Sekretariat DPRD TTS.

Dalam kunjungan tersebut, Komisi II menemukan bahwa kondisi TTP sudah tidak terkelola dengan baik. Berbagai fasilitas mengalami kerusakan, seperti pompa air dan alat mesin pertanian (alsintan), yang tidak terpakai dan menjadi mubazir.

Wakil Ketua DPRD TTS, Yoksan D. K. Benu, A.Md., saat dikonfirmasi wartawan, mempertanyakan fasilitas bagi pegawai dan penyuluh. Ia menyoroti keberadaan mes bagi pegawai. Jika mereka tinggal di SoE, bagaimana bisa membagi waktu untuk bekerja secara optimal di TTP? Selain itu, ia menegaskan bahwa pengelolaan TTP pasca-hibah harus segera diselesaikan.

“Harusnya ini menjadi tempat percontohan, tapi kalau tidak difungsikan, ya bubarkan saja. Jika ada kendala, harusnya dicarikan solusi,” cetus politisi Golkar tersebut.Yoksan juga menyoroti alat-alat yang ditemukan mubazir di lokasi TTP. Menurutnya, ada dua kemungkinan: alat tersebut memang sudah rusak, atau sengaja tidak digunakan. Ia mengungkapkan bahwa banyak alat yang seharusnya masih baru tetapi dibiarkan begitu saja.

“Dana yang sudah dihabiskan untuk ini sangat besar, bisa mencapai ratusan juta. Oleh karena itu, kami mendorong agar alat-alat yang tidak dipakai lebih baik dilelang atau dijual ke besi tua. Uangnya bisa digunakan untuk pengelolaan lokasi tersebut,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Ketua Komisi II DPRD TTS, Semuel D. Y. Sanam, S.H., menegaskan bahwa TTP adalah mitra kerja Komisi II, khususnya dengan Dinas Pertanian. Ia berharap ada kebijakan jangka pendek yang menempatkan tenaga kerja khusus untuk mengurus TTP.

“Kami mendorong agar penyuluh atau tenaga dari Dinas Pertanian benar-benar difokuskan untuk mengelola TTP yang luasnya hampir 6 hektare ini,” ujarnya.

Selain itu, ia menyoroti perlunya perencanaan dalam perbaikan motor-motor air di sekitar sumur bor.

“Penataan lahan, alsintan, benih, dan pupuk perlu ada kebijakan yang jelas agar pengelolaannya lebih terfokus. Ini penting untuk kita bahas dalam rapat kerja bersama,” tambahnya.

Komisi II juga menemukan beberapa screen house yang rusak. Oleh karena itu, mereka berkomitmen untuk membahas solusi jangka panjang dan menengah guna memastikan pemanfaatan fasilitas ini.

“Kami berharap ada konsep yang jelas terkait pengembangan TTP. Misalnya, bisa dijadikan sebagai kawasan agrowisata atau tempat pelatihan pertanian. Jika ada konsep yang matang, kami akan mendorong pengelolaannya dalam jangka menengah dan panjang,” jelas politisi Demokrat tersebut.

Terkait aset Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan TTP di Desa Netpala, Yoksan menegaskan bahwa ini merupakan peluang besar bagi pemerintah daerah.

“Ini kesempatan yang baik yang harus ditangkap oleh Pemda. Sayangnya, kami menemukan bahwa TTP ini ternyata tidak memiliki tenaga pengelola. Maka dari itu, wajib hukumnya bagi pemerintah daerah untuk menyiapkan tenaga profesional. Dengan lahan hampir 6 hektare, TTP ini bisa dikembangkan menjadi agrowisata, pertanian, atau hortikultura,” jelasnya.

Sementara itu, Kabid Hortikultura Dinas TPHP TTS, Arfaksad Aoetpah, bersama Kepala BPP, Sulamith Lahalo, menjelaskan bahwa TTP Mollo dibangun oleh BPTP Naibonat pada tahun 2015 dengan sumber dana dari APBN. Tujuan utama pendiriannya adalah penerapan teknologi pertanian.

TTP dengan luas 59.510 m² ini kemudian dihibahkan kepada Pemda TTS pada tahun 2018 dan dikelola oleh Dinas TPHP, Dinas Peternakan, dan SKB. Namun, karena lokasi ini dikuasai oleh tiga dinas, pengelolaannya menjadi terhambat.

“Kami belum berani menindaklanjuti pengelolaannya secara maksimal karena masih ada kendala dalam hal dana, tenaga penyuluh, dan staf,” ujarnya.

Kepala BPP, Sulamith Lahalo, menggambarkan kondisi TTP sejak tahun 2018. Ia menjelaskan bahwa mereka mencoba mengelola lokasi ini dengan menanam bunga dan sayuran. Namun, hasil yang didapat hanya cukup untuk merawat fasilitas yang ada. Salah satu kendala terbesar adalah kerusakan pompa air, yang membuat mereka harus membeli air untuk kebutuhan pertanian.

Dengan berbagai permasalahan yang ditemukan di TTP Mollo, Komisi II DPRD TTS berjanji akan membawa persoalan ini ke tingkat yang lebih tinggi agar dapat dicarikan solusi terbaik demi pemanfaatan fasilitas yang sudah ada.