Dia juga menjelaskan lebih lanjut bahwa pers, sebagai pilar keempat demokrasi, memiliki peran sentral dalam mengawal setiap tahapan Pilkada. Fungsi utama pers dalam Pilkada adalah melakukan pengawasan, memberikan kritik konstruktif, mendorong partisipasi masyarakat, menyampaikan informasi kepada publik, hingga menangkal hoaks yang dapat merusak proses demokrasi.
“Sebagai pilar keempat demokrasi, pers memainkan peranan yang sangat penting. Dalam konteks Pilkada, mereka harus diberi akses yang sama untuk meliput dan menyampaikan informasi kepada publik. Pers seharusnya menjadi mitra penyelenggara Pilkada, baik itu KPU maupun Bawaslu. Oleh sebab itu, tindakan diskriminasi seperti ini tidak boleh terjadi,” tegas Ida.
Akibat diskriminasi ini, beberapa media online memutuskan untuk memboikot pemberitaan terkait debat Paslon Pilkada. Hal ini, menurut Ida, merugikan masyarakat TTS yang mengandalkan berita online sebagai sumber utama informasi, terutama mereka yang tidak memiliki akses ke media cetak atau platform YouTube.
“Lihat saja akibat teman-teman media online memboikot pemberitaan debat Pilkada kemarin, informasi jalannya debat Pilkada seakan hilang. Kalau mau harap hanya dari YouTube, susah, karena masyarakat TTS yang penikmat YouTube jumlahnya kecil. Mayoritas baca berita online,” jelasnya.