Diduga Ada Manipulasi Data SPTJM, Sekwan DPRD TTS Dituding Meloloskan Outsourcing dalam Seleksi PPPK

oleh -Dibaca 1,545 Kali
oleh
Picsart 25 02 13 13 32 03 784

MataTimor.com – TTS – Kontroversi seputar rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) kembali mencuat. Kali ini, dugaan pelanggaran muncul dari Sekretariat DPRD TTS, yang diduga kuat memanipulasi data dalam Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) guna meloloskan tenaga outsourcing ke dalam seleksi PPPK.

Sejumlah pihak mempertanyakan keabsahan data yang digunakan Sekretaris Dewan (Sekwan) dalam menetapkan status tenaga outsourcing sebagai tenaga non-ASN di lingkungan DPRD TTS. Pasalnya, banyak tenaga outsourcing yang tiba-tiba muncul dalam database tenaga non-ASN setelah adanya seleksi PPPK.

Iswandy Godlief Dominggus Lona, mantan tenaga outsourcing di Sekretariat DPRD TTS dari tahun 2020 hingga 2023, mengaku mengetahui betul siapa saja yang pernah bekerja di lingkungan DPRD TTS.

“Tiga tahun saya bekerja sebagai tenaga outsourcing melalui PT Trigama Group. Saya tahu siapa yang bekerja dan siapa yang tidak. Tapi tiba-tiba ada beberapa nama yang masuk sebagai tenaga non-ASN di Sekretariat DPRD. Ini sangat janggal,” ungkap Iswandy.

Lebih lanjut, ia mempertanyakan bagaimana mungkin tenaga outsourcing bisa beralih status menjadi tenaga non-ASN, mengingat sejak tahun 2022 aturan sudah melarang rekrutmen tenaga honorer baru.

“Kontrak kami dengan PT Trigama Group diperbarui setiap tahun. Sejak 2022, pemerintah sudah melarang rekrutmen tenaga honorer atau non-ASN. Jadi, bagaimana mungkin mereka bisa beralih status? Ini bukan soal iri atau benci, tapi di mana keadilan bagi masyarakat yang juga membutuhkan pekerjaan?” tegasnya.

Ia juga menyoroti perlakuan istimewa terhadap tenaga outsourcing yang diterima sebagai PPPK, sementara banyak warga TTS lainnya masih kesulitan mendapatkan pekerjaan.

“Kalau hanya 44 orang outsourcing itu yang diberikan kesempatan, di mana keadilan bagi masyarakat lain yang juga butuh kerja?” tambahnya.

Ketua Forum Pemerhati Pembangunan dan Demokrasi Timor, Doni Tanoen, menegaskan bahwa jika dugaan manipulasi SPTJM ini benar terjadi, maka tindakan tersebut jelas melanggar aturan seleksi PPPK dan dapat dikategorikan sebagai pemalsuan dokumen.

“Mereka ini tidak honor di instansi, melainkan bekerja dengan sistem kontrak melalui pihak ketiga. Kontrak kerja mereka pun baru berakhir 31 Desember 2023. Jika status mereka baru dialihkan ke tenaga honor sejak 1 Januari 2024, maka mereka belum memenuhi syarat minimal dua tahun masa kerja sesuai aturan. Jangan sampai aturan ini hanya berlaku bagi honorer di DPRD, sedangkan di luar DPRD tidak diberlakukan,” jelas Doni.

Ia juga mendesak DPRD, khususnya Komisi I, untuk bersikap tegas dalam menegakkan aturan agar tidak terjadi diskriminasi.

“Saat ada kepala sekolah yang membuat SPTJM untuk pelamar yang tidak memenuhi syarat, DPRD langsung memanggil BKPSDMD dan Dinas P&K untuk RDP. Tapi mengapa ketika ini terjadi di Sekretariat DPRD, tidak ada RDP?” kritiknya.

Doni menegaskan bahwa jika masalah ini dibiarkan, pihaknya akan membawa kasus ini ke ranah hukum.

“Siapa pun yang mengeluarkan SPTJM harus bertanggung jawab secara hukum. Ini jelas bentuk pembohongan dan penipuan bagi tenaga outsourcing. Jika nantinya mereka tidak lulus atau dianulir dari seleksi PPPK karena tidak prosedural, maka DPRD harus memberikan solusi agar mereka tetap bisa bekerja,” tegas Doni.

Sementara itu, Kepala BKPSDMD Kabupaten TTS, Dominggus Banunaek, menyatakan bahwa berdasarkan hasil pengambilan keterangan, status tenaga outsourcing di DPRD TTS telah dialihkan menjadi tenaga honorer sejak 2022/2023.

“Sesuai hasil klarifikasi kami dengan Komisi I DPRD TTS, status mereka sudah dialihkan ke tenaga honorer sejak 2022/2023. Namun, tenaga outsourcing memang tidak bisa langsung mengikuti seleksi PPPK,” ujar Dominggus.

Saat ditanya apakah ada rekrutmen tenaga honorer baru pada 2022 dan 2023, Dominggus menegaskan bahwa tidak ada perekrutan tenaga honorer baru pada periode tersebut.

Sekretaris DPRD TTS, Alberth D. I. Boimau, memilih bungkam saat dikonfirmasi wartawan. Ia hanya meminta waktu untuk berkoordinasi dengan pimpinan DPRD sebelum memberikan pernyataan.

“Saya minta waktu untuk koordinasi dengan tiga pimpinan DPRD dulu terkait hal ini,” ujarnya di ruang kerjanya.

Namun, dalam rapat klarifikasi bersama Komisi I DPRD TTS, beredar informasi bahwa Sekwan sempat menyebut dugaan manipulasi ini sebagai “bahasa media”, yang kemudian ia minta agar tidak dipublikasikan.

Saat wartawan kembali menghubunginya pada Kamis, 13 Februari 2025, Sekwan hanya memberikan jawaban singkat melalui pesan teks: “No comment.”