TTS- MataTimor.com – Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) belakangan ini dihebohkan dengan isu “guru siluman” yang beredar di kalangan masyarakat. Isu ini muncul terkait dengan dugaan adanya oknum guru yang mengajar di sekolah swasta, namun tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sekolah negeri, sehingga dapat mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Menanggapi hal tersebut, Pj. Bupati TTS, Drs. Seperius Edison Sipa, M.Si, memberikan respon tegas dan membuka suara terkait permasalahan ini. Dalam pernyataannya melalui sambungan telepon pada Rabu, 16 Oktober 2024, Pj. Bupati TTS mengonfirmasi bahwa isu tersebut sudah sampai ke telinganya dan menjadi perhatian serius. Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah memerintahkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan TTS untuk melakukan pemeriksaan dan memanggil kepala sekolah terkait untuk dimintai keterangan. “Kami sudah perintahkan dinas terkait untuk segera memanggil kepala sekolah dan meminta keterangan terkait hal ini,” ungkap Pj. Bupati.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan TTS, Musa Benu, menegaskan bahwa pihaknya akan segera melakukan penertiban terhadap guru-guru “siluman” yang tercatat di Dapodik sekolah negeri namun mengajar di sekolah swasta. Musa Benu menjelaskan bahwa dalam masa sanggah dan uji publik yang berlangsung hingga 16 Oktober 2024, telah ditemukan beberapa pengaduan dan temuan terkait oknum yang menyalahi prosedur tersebut.”Kami akan menindak tegas guru-guru yang menitipkan namanya di Dapodik sekolah negeri tapi mengajar di sekolah swasta,” kata Musa Benu. Ia juga menambahkan bahwa praktik semacam ini sudah terjadi sejak tahun lalu dan tidak bisa dibiarkan berlanjut. “Kami akan segera mengeluarkan kebijakan untuk menangani masalah ini,” jelasnya. Selain itu, Musa Benu menegaskan bahwa bagi guru yang telah pindah dari sekolah swasta ke sekolah negeri, mereka harus memenuhi syarat tertentu untuk mengikuti seleksi PPPK. “Minimal mereka harus sudah dua tahun mengajar di sekolah negeri dan terdaftar di Dapodik, atau empat semester berturut-turut baru bisa mengikuti tes,” tegasnya.Isu ini semakin mencuat setelah terungkap adanya pengakuan dari seorang kepala sekolah yang menyebutkan bahwa dirinya telah “menitipkan” nama keponakannya untuk mengikuti seleksi PPPK, meski yang bersangkutan tidak memiliki pengalaman mengajar di sekolah negeri. Praktik semacam ini menimbulkan kecurigaan di kalangan guru honorer yang selama ini mengabdi bertahun-tahun di sekolah negeri namun merasa tidak diakomodasi dalam proses seleksi PPPK. Dugaan ini semakin memperburuk situasi di kalangan guru-guru honorer, terutama yang mengajar di sekolah swasta. Mereka merasa tidak adil karena tidak dapat mengikuti seleksi PPPK, padahal selama ini mereka juga turut berkontribusi dalam dunia pendidikan di Kabupaten TTS.
Sebelumnya, peraturan seleksi PPPK mengharuskan seorang guru terdaftar di Dapodik dan memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) sebelum bisa ikut serta dalam seleksi. Namun, beberapa nama yang baru bekerja kurang dari satu tahun bahkan tanpa pengalaman mengajar di sekolah negeri muncul dalam daftar peserta, yang menambah kekecewaan di kalangan para guru honorer. Dengan munculnya masalah ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan TTS berjanji akan menindaklanjuti semua laporan yang diterima dan memastikan bahwa proses seleksi PPPK dilakukan secara adil dan transparan, mengutamakan guru-guru yang benar-benar memenuhi syarat sesuai dengan peraturan yang ada.