Isu ini semakin mencuat setelah terungkap adanya pengakuan dari seorang kepala sekolah yang menyebutkan bahwa dirinya telah “menitipkan” nama keponakannya untuk mengikuti seleksi PPPK, meski yang bersangkutan tidak memiliki pengalaman mengajar di sekolah negeri. Praktik semacam ini menimbulkan kecurigaan di kalangan guru honorer yang selama ini mengabdi bertahun-tahun di sekolah negeri namun merasa tidak diakomodasi dalam proses seleksi PPPK. Dugaan ini semakin memperburuk situasi di kalangan guru-guru honorer, terutama yang mengajar di sekolah swasta. Mereka merasa tidak adil karena tidak dapat mengikuti seleksi PPPK, padahal selama ini mereka juga turut berkontribusi dalam dunia pendidikan di Kabupaten TTS.