Suara Hati Seorang Mama untuk Bencana di Desa Kuatae

oleh
oleh
Shares

MataTimor.com – TTS – Di balik gemuruh tanah yang longsor, di antara isak tangis para pengungsi, ada satu suara yang menggema dengan penuh kepedulian. Itu adalah suara seorang mama, suara hati seorang perempuan yang tak hanya berbicara sebagai istri dari Bupati Timor Tengah Selatan, tetapi juga sebagai seorang ibu yang melihat penderitaan sesamanya. Ana Ani Lioe-Ataupah, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten TTS, menyuarakan kepeduliannya terhadap bencana longsor yang melanda Desa Kuatae.

Saat ditemui MataTimor.com di Gor Nekmese Soe, ia mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam. “Sebagai wanita dan seorang ibu, hati ini begitu tersayat melihat kondisi saudara-saudara kita di sini. Banyak ibu-ibu yang kehilangan tempat tinggal, kehilangan kenyamanan, bahkan kebutuhan dasar mereka pun sulit terpenuhi. Ini adalah saat di mana kita harus bergandengan tangan, memperhatikan mereka, dan memastikan bahwa mereka mendapatkan bantuan yang layak,” ujarnya penuh empati.

Bencana longsor yang terjadi sejak 12 Maret 2025 ini telah memaksa puluhan keluarga mengungsi. Awalnya, hanya 10 kepala keluarga (KK) dengan total 47 jiwa yang terdampak. Namun, longsor susulan yang terjadi dua hari kemudian memperparah kondisi. Kini, wilayah terdampak semakin meluas, mencakup beberapa RT, menyebabkan rumah-rumah hancur, fasilitas umum rusak, dan akses jalan tertutup.

Ana Ani Lioe-Ataupah bersama dengan timnya langsung turun ke lapangan, menyaksikan kondisi para pengungsi, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui yang semakin rentan di tengah situasi sulit ini. Salah satu ibu hamil bahkan harus segera dibawa ke RSUD Soe untuk melahirkan. “Kita harus memastikan mereka mendapatkan perhatian, karena kebutuhan mereka sebagai perempuan sering kali tertinggal di rumah yang kini sudah tidak ada lagi,” tambahnya.

Bencana ini bukanlah peristiwa yang datang tiba-tiba. Retakan tanah di Desa Kuatae sebenarnya telah muncul sejak Desember 2022, menjadi pertanda akan bahaya yang mengintai. Namun, hujan deras pada Maret 2025 mempercepat pergerakan tanah sejauh 300 meter hingga merusak permukiman warga di perbatasan Kota Soe dan Kelurahan Soe.

Kepala Desa Kuatae, Parco P. Salem, mengungkapkan bahwa berbagai fasilitas umum seperti kantor desa, aula, jaringan air bersih, serta infrastruktur listrik ikut rusak akibat bencana ini. Selain itu, lahan pertanian warga pun tak luput dari dampaknya. Menurutnya, salah satu penyebab utama bencana ini adalah sistem drainase yang buruk, terutama di Kampung Sabu, sekitar SMA PGRI Soe. Persoalan ini sudah sering diangkat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), tetapi tidak pernah mendapatkan perhatian serius.

Kini, di tengah kondisi yang sulit, para pengungsi bergantung pada uluran tangan berbagai pihak. Sebagian dari mereka tinggal di rumah keluarga terdekat, sementara yang lain bertahan di pengungsian dengan segala keterbatasan. Mereka menunggu, berharap, dan bertahan dengan segala daya yang mereka miliki.

Di tengah keputusasaan, masih ada secercah harapan. Bantuan mulai berdatangan, baik dari pemerintah daerah, komunitas sosial, hingga dunia usaha. PT. Teon Jaya menjadi salah satu perusahaan yang turut berkontribusi, menunjukkan bahwa kepedulian terhadap sesama tidak mengenal batas.

“Kami percaya bahwa kepedulian dan solidaritas adalah kunci untuk bangkit dari musibah. Kami mengajak semua pihak, baik dunia usaha, komunitas, maupun individu, untuk turut membantu. Sekecil apa pun bantuan yang diberikan, akan sangat berarti bagi mereka yang saat ini tengah berjuang,” ujar Ana Ani Lioe-Ataupah penuh harapan.

No More Posts Available.

No more pages to load.