SoE – MataTimor.com ][ Pernyataan kritis dari Elda Riwu, mahasiswi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, terkait efektivitas sosialisasi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), langsung direspons cepat oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) TTS.
Dalam pesan WhatsApp yang disampaikan kepada matatimor.com pada Rabu, 16 Juli 2025, Kepala Dinas P3A TTS, Ardi Benu, S.Sos., menyampaikan apresiasinya atas kepedulian generasi muda terhadap isu tersebut.
“Terima kasih atas perhatian dan ulasan yang disampaikan oleh Saudari Elda Riwu. Kritik dan sorotan seperti ini menunjukkan kepedulian generasi muda terhadap isu kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten TTS, yang memang masih menjadi perhatian serius kita semua,” ujarnya.
Ardi menjelaskan bahwa pihaknya tidak hanya menyasar korban dalam kegiatan sosialisasi, melainkan juga melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk laki-laki dan tokoh masyarakat yang dianggap berpotensi menjadi pelaku atau agen perubahan di lingkungan sosial.
“Setiap kegiatan lapangan yang dilakukan oleh DP3A TTS berdasarkan hasil riset awal, termasuk pemetaan lokasi dan sasaran prioritas. Ini agar kegiatan lebih tepat guna dan berdampak,” lanjut Ardi.
Ia juga menambahkan bahwa Dinas P3A mendapat dukungan politik dari DPRD TTS melalui tambahan anggaran dalam bentuk pokok-pokok pikiran (pokir) tiap tahun. Namun, tantangan masih ada, mengingat luasnya wilayah Kabupaten TTS dan keterbatasan anggaran yang belum mampu menjangkau semua wilayah secara merata.
“Kami terbuka terhadap masukan dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa. Ke depan, kami berharap bisa menjalin kolaborasi lebih luas sebagai bagian dari upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di TTS,” pungkasnya.
Respons cepat dari Dinas P3A TTS atas kritik ini menunjukkan adanya ruang dialog yang terbuka antara pemerintah dan masyarakat, terutama generasi muda, dalam memperkuat upaya perlindungan perempuan dan anak di daerah.
diberitakan sebelumnya, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten TTS masih tergolong tinggi. Kondisi ini mendorong Elda Riwu, mahasiswi asal Desa Pollo, Kecamatan Amanuban Selatan, untuk bersuara.
Saat diwawancarai di Desa Netpala, Kecamatan Mollo Utara, Elda mengkritisi strategi sosialisasi yang selama ini dianggap terlalu terfokus pada korban. Ia menilai, edukasi seharusnya juga menyasar pelaku atau calon pelaku kekerasan, khususnya kaum laki-laki.
“Bagaimana kita melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada perempuan dan anak yang notabene adalah korban? Harusnya pemerintah juga menyasar para pelaku atau potensi pelaku kekerasan,” tegas Elda, mahasiswi semester enam berusia 23 tahun ini.
Elda juga menekankan pentingnya ketepatan sasaran dalam program sosialisasi agar pesan yang disampaikan benar-benar efektif dan berdampak nyata.
“Saran saya, kegiatan sosialisasi atau pelatihan ke depan harus benar-benar melihat siapa target yang tepat, agar informasi dan edukasi yang diberikan tidak sia-sia,” tutupnya.