TTS, MataTimor.com – Polemik pasca wafatnya salah satu anggota DPRD Timor Tengah Selatan (TTS) terus bergulir. Setelah pernyataan istri sah almarhum mencuat ke publik dan menjadi sorotan media, keluarga besar pun akhirnya angkat bicara. Erianti Bell-Nenohaifeto, saudari kandung dari almarhum, menyampaikan klarifikasi tegas atas berbagai tuduhan yang ia nilai tidak berdasar dan mencemarkan nama baik keluarga.
Dalam pernyataannya kepada wartawan, Erianti merasa sangat kecewa dan malu atas pemberitaan yang telah beredar luas di tengah masyarakat. Ia membantah seluruh tuduhan yang dilontarkan istri sah almarhum, terutama terkait dugaan tekanan, pengambilan amplop duka, dan perampasan harta peninggalan mendiang.
“Kami tidak pernah ambil seribu rupiah pun dari amplop duka sejak saudara kami meninggal. Kami juga tidak pernah rampas hartanya atau menekan dia seperti yang diberitakan,” tegas Erianti kepada awak Media pada Sabtu (5/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa tudingan seolah keluarga tidak menghargai istri sah almarhum sangat tidak benar. Justru, menurut Erianti, kehadirannya dari Kupang ke Soe adalah bukti bahwa ia turut berempati dan bersedia duduk bersama dalam forum keluarga untuk membicarakan hal-hal penting secara musyawarah.
“Kalau kami tidak hargai dia, kenapa saya harus dari Kupang datang dan duduk bersama keluarga untuk bicara dan ambil kesepakatan? Itu kan berarti kami tetap anggap dia bagian dari keluarga,” ungkapnya.
Erianti juga menantang pihak yang menyebarkan tuduhan tersebut untuk menunjukkan bukti bahwa keluarga melakukan tekanan atau ancaman dalam bentuk apapun.
“Kalau betul kami ancam atau tekan dia, tunjukkan saja buktinya. Apakah kami ambil uang? Atau kami rabah itu mobil? Tidak sama sekali,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kendaraan pribadi milik almarhum sama sekali tidak pernah disentuh oleh pihak keluarga. Setelah masa kedukaan, kendaraan tersebut bahkan sudah digunakan oleh pihak istri sah dan keluarganya sendiri tanpa ada gangguan dari keluarga besar.
“Setelah kami muat sapi dan babi waktu kedukaan, mobil itu langsung dibawa oleh dia dan digunakan kemana-mana. Kami keluarga Nenohaifeto tidak pernah rabah bahkan sentuh juga tidak,” tambah Erianti.
Lebih lanjut, ia menyayangkan bahwa pernyataan yang dinilainya tidak benar tersebut justru diumbar ke media tanpa komunikasi atau klarifikasi lebih dulu kepada keluarga besar.
“Jadi semua yang dia omong ke media itu tidak sesuai dengan fakta. Kami tidak ingin ribut, tapi ini sudah menyangkut nama baik keluarga,” katanya .
” Jadi untuk kami keluarga juga sudah siap untuk kerja kubur, dan anggarannya itu dari semua saudara yang kumpul keluarga besar Nenohaifeto, dan itu kami tidak ambil dana duka yang sudah terkumpul dan ini murni dari keluarga besar Nenohaifeto,” pungkasnya
” Keluarga besar Nenohaifeto akan tuntut nama baik kepada Istri Sah yang sudah di anggap mencemarkan nama baik keluarga,” tutupnya.
Selain itu, Erianti juga menegaskan bahwa biaya untuk keperluan dan pekerjaan yang sudah akan kerja kubur almarhum murni berasal dari kontribusi keluarga besar Nenohaifeto, bukan dari dana duka yang telah dikumpulkan.
“Untuk kerja kubur, anggarannya dari semua saudara yang kumpul dalam keluarga besar Nenohaifeto. Kami tidak ambil dana duka yang terkumpul. Ini murni dari keluarga,” pungkasnya.
Sebagai penutup, Erianti menyampaikan bahwa keluarga besar Nenohaifeto tengah mempertimbangkan langkah hukum atas dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh istri sah almarhum.
“Keluarga besar Nenohaifeto akan tuntut nama baik kepada istri sah yang kami anggap telah mencemarkan nama baik keluarga,” tutup Erianti dengan nada tegas.
Diberitakan Sebelumnya: Duka mendalam yang dirasakan seorang istri atas kepergian suami tercinta justru berubah menjadi penderitaan berkepanjangan. Antonia Nenohaifeto-Isu, istri sah dari mendiang suaminya yang berasal dari Desa Taebesa yang mana suami merupakan mantan anggota DPRD TTS dari Fraksi Perindo TTS, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), kini harus menghadapi tekanan, ancaman, dan perampasan hak dari keluarga besar almarhum.
Kepada wartawan MataTimor, Antonia Nenohaifeto-Isu dengan suara lirih menuturkan bahwa setelah suaminya meninggal dunia, ia justru diperlakukan secara tidak manusiawi oleh pihak keluarga almarhum. Yang paling menyakitkan, salah satu ponakan almarhum yang juga menjabat sebagai Kaur Pemerintahan di Desa Taebesa, Erwin Darahalato, disebutkan telah mengancam keselamatannya secara verbal.
“Setelah suami saya meninggal, saya diperlakukan tidak baik. Bahkan saya diancam oleh ponakan dari almarhum di Niki-Niki. Dia bilang ke saya, ‘Kalau lu berani kerja kuburan beta, bunuh, kasih mati lu!’” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Bukan hanya ancaman verbal, tekanan psikologis terus datang menghampiri. Antonia merasa posisinya sebagai istri sah direndahkan dan hak-haknya diabaikan. Ia mengaku pihak keluarga almarhum secara sepihak ingin mengatur rumah tangganya dan mencoba menguasai seluruh aset warisan peninggalan suaminya, termasuk rumah tinggal dan harta lainnya.
” Saya sebagai istri sah merasa sudah tidak tahan. Mereka seolah-olah mau atur saya, bahkan mau kuasai semua harta warisan dari almarhum. Padahal saya istri sah. Saya merasa seperti tidak dihargai sama sekali,” kata Antonia Nenohaifeto, Jumat (4/7/2025).
Sebagai tambahan dari tekanan langsung, beberapa anggota keluarga almarhum juga diketahui menyindir dan menyebarkan masalah internal ke media sosial, membuat Antonia merasa semakin terpojok dan malu.
“Mereka muat status di Facebook. Saya punya keluarga baca dan kirim ke saya. Saya malu sekali. Masalah rumah tangga ini justru diumbar ke media sosial. Saya bukan orang sempurna, tapi saya istri sah dan tidak pantas diperlakukan begini,” ucapnya pilu.
Merasa tidak sanggup menanggung tekanan lebih lama, Antonia memilih jalur formal dengan melaporkan persoalan ini ke Pemerintah Desa Taebesa pada 26 Juni 2025. Ia berharap pihak desa dapat menjadi penengah dan memfasilitasi mediasi antarpihak. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan atau pertemuan yang dilakukan oleh pemerintah desa.
“Saya sudah lapor ke desa, tapi sampai sekarang belum ada mediasi. Saya sangat kecewa. Saya cuma cari keadilan. Kalau bisa, lewat pemberitaan ini saya bisa dapat perhatian dan perlindungan hukum. Saya hanya ingin hidup tenang,” katanya penuh harap.
Kasus seperti ini menjadi gambaran nyata bahwa masih banyak perempuan, khususnya istri sah, yang menjadi korban ketidakadilan setelah kehilangan pasangan hidup. Tidak hanya kehilangan pendamping hidup, namun juga kehilangan hak, martabat, dan kedamaian.
“Saya sudah cukup sabar. Tapi kalau terus dibiarkan, saya takut sesuatu yang buruk terjadi. Saya hanya ingin keadilan, bukan permusuhan,” tutupnya.
Sayangnya, pasca pengakuan terbuka ini, pihak keluarga Isu justru dikabarkan tidak menerima baik sikap Antonia yang membuka persoalan ini ke ruang publik, khususnya lewat media sosial dan media massa. Meski demikian, Antonia menegaskan bahwa tujuannya hanya satu: mencari keadilan secara sah tanpa harus hidup dalam tekanan dan ketakutan.
” Seluruh keluarga isu tidak terima baik karna kenapa harus di muat di media sosial,” Pungkasnya.
Wartawan MataTimor.com telah berupaya mengonfirmasi, Erwin Darahalato, melalui sambungan telepon dan WhatsApp ke nomor pribadinya berulang kali, namun hingga berita ini diterbitkan belum ada jawaban maupun tanggapan.