Satu Motor untuk Sejuta Langkah Literasi di TTS

oleh -Dibaca 478 Kali
oleh
1741754640795

MataTimor.com – TTS – Di pelosok desa yang jauh dari hingar-bingar kota, di antara hamparan perbukitan dan jalanan tanah yang berdebu, ada sebuah mimpi yang terus hidup. Mimpi tentang anak-anak yang mengenal dunia melalui lembaran buku. Mimpi tentang masa depan yang lebih cerah lewat kata-kata yang mereka baca.

Mimpi itu dijaga oleh orang-orang yang tak banyak dikenal, tetapi bekerja tanpa lelah—para pegiat Taman Baca Masyarakat (TBM). Salah satunya adalah TBM Imanuel Mio, yang berdiri kokoh di Desa Mio, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Di tempat sederhana itu, anak-anak berkumpul dengan antusias, menyentuh buku-buku yang mungkin baru pertama kali mereka lihat.

Namun, perjuangan mereka tak selalu mudah. Dengan akses yang terbatas dan medan yang sulit, membawa buku ke tempat-tempat terpencil menjadi sebuah tantangan tersendiri. Namun, kali ini harapan itu menemukan jalannya.

Dalam sebuah momen syukuran yang penuh makna di GOR Nekmese Soe, Selasa (11/3/2025), dua pemimpin daerah berdiri di hadapan masyarakat. Mereka bukan hanya pemimpin dengan jabatan, tetapi juga pemimpin yang mendengar, memahami, dan bertindak.

Di tengah sorak sorai dan tepuk tangan, Bupati dan Wakil Bupati TTS, Eduard Markus Lioe dan Johny Army Konay, menyerahkan sebuah hadiah yang tak ternilai harganya bagi para pegiat literasi—satu unit motor pustaka untuk TBM Imanuel Mio.

Motor ini bukan sekadar kendaraan. Motor itu adalah janji bahwa perjuangan para pegiat literasi tidak akan dibiarkan sendiri. Motor itu adalah bukti bahwa pemerintah peduli dan ingin ikut berjalan bersama dalam perjalanan panjang mencerdaskan anak bangsa.

Beny Okran Neonone, sosok di balik TBM Imanuel Mio, berdiri menerima bantuan itu dengan mata yang berkaca-kaca. Di sampingnya, sang istri, Pdt. Diana R.S. Oematan, tak mampu menyembunyikan rasa harunya.

“Kami tak pernah mengeluh dengan apa yang kami miliki, karena kami tahu anak-anak ini membutuhkan kami. Tapi hari ini, kami merasa tidak sendiri. Motor ini akan menjadi kaki bagi kami, membawa buku-buku lebih jauh, menjangkau lebih banyak anak-anak di pedalaman,” ujar Beny dengan suara yang bergetar.

Baginya, ini bukan hanya tentang benda, tetapi tentang kepercayaan. Kepercayaan bahwa perjuangan kecil mereka diperhitungkan, bahwa ada tangan yang siap membantu agar mereka bisa berjalan lebih jauh lagi.

Bupati TTS, Eduard Markus Lioe, dalam sambutannya menegaskan bahwa literasi adalah fondasi bagi kemajuan daerah.

“Kami ingin melihat anak-anak TTS tumbuh dengan ilmu, dengan mimpi yang besar. Dan TBM adalah jembatan bagi mereka untuk menuju ke sana. Kami berharap motor ini bisa membantu para pegiat TBM dalam menjangkau lebih banyak anak, lebih banyak sekolah, lebih banyak harapan,” ucapnya mantan anggota DPRD Provinsi NTT itu

Wakil Bupati Johny Army Konay menambahkan bahwa pemerintah tidak ingin berhenti di sini. “Ini awal dari kepedulian yang lebih besar. Kami ingin mendukung lebih banyak TBM, lebih banyak pejuang literasi, karena kami percaya bahwa masa depan TTS yang lebih baik dimulai dari satu buku yang dibaca, dari satu anak yang tercerahkan,” katanya.

Di sisi lain, Ketua Forum TBM Kabupaten TTS, Lefinus Asbanu yang kerab disapa “Lenzho”, tak bisa menyembunyikan rasa bangganya. “Ini adalah pertama kalinya kami benar-benar merasa diperhatikan. Kami selalu berjalan dengan semangat, tapi kali ini, langkah kami semakin ringan. Dengan adanya motor ini, dengan adanya dukungan ini, kami tahu bahwa perjuangan literasi di TTS akan semakin besar,” ujar Lenzo yang saat ini juga menjabat sebagai ketua SMSI Kabupaten TTS.

Saat ini, di Kabupaten TTS telah berdiri 27 TBM, masing-masing dikelola dengan ketulusan dan kerja keras para sukarelawan. Namun, perjuangan mereka masih panjang. Mereka masih membutuhkan lebih banyak dukungan, lebih banyak buku, lebih banyak fasilitas, agar cahaya literasi tak padam di tengah keterbatasan.

“Kami berharap kepedulian ini tidak berhenti di sini. Semoga pemerintah terus berdiri bersama kami, karena literasi bukan hanya milik pegiat TBM, tapi milik kita semua,” harap Lenzho.

malam itu, di antara suara riuh syukuran, satu unit motor melaju perlahan melalui sebuah flayer, meninggalkan GOR Nekmese Soe menuju TBM Imanuel Mio. Motor itu bukan sekadar kendaraan, tetapi simbol dari harapan yang terus menyala.

Di tangan para pegiat TBM, motor itu akan menjadi kaki yang mengantar buku ke desa-desa, ke sekolah-sekolah, ke tempat-tempat yang belum tersentuh cahaya literasi. Motor itu akan menjadi saksi bagaimana satu buku bisa mengubah satu anak, bagaimana satu anak bisa mengubah satu generasi.

Dan di balik semua itu, ada satu keyakinan yang tak tergoyahkan—bahwa selama masih ada orang-orang yang peduli, mimpi tentang anak-anak yang membaca dan bermimpi lebih besar dari desanya sendiri akan selalu hidup.

No More Posts Available.

No more pages to load.