RSUD SoE Dikritik Tajam atas Dugaan Kelalaian Medis yang Sebabkan Kematian Bayi

Shares

TTS – MataTimor.com – Kritik keras terhadap kualitas layanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) SoE kembali mencuat, menyusul kematian tragis seorang bayi akibat dugaan kelalaian medis saat proses persalinan. Salah satu suara kritis datang dari Ronald Sarid Banoet, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang asal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Ia menyebut, tragedi ini mencerminkan kegagalan serius dalam sistem pelayanan kesehatan dan pengabaian terhadap prinsip dasar etika profesi kedokteran.

“Kematian bayi dalam proses persalinan akibat kelalaian petugas medis bukan sekadar kecelakaan biasa, tetapi pelanggaran berat terhadap tanggung jawab profesional dan kemanusiaan,” tegas Ronald kepada MataTimor.com, Kamis (19/6/2025) melalui pesan whatsapp.

Ronald menjelaskan bahwa keterlambatan penanganan, kesalahan diagnosis, dan tindakan medis yang tidak sesuai prosedur dalam situasi krusial seperti persalinan adalah bentuk nyata malpraktik. Dalam pandangannya, RSUD SoE telah gagal memenuhi tanggung jawab medis secara etik, administratif, dan bahkan hukum.

Secara hukum, ia merujuk pada beberapa ketentuan penting:

UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 359 KUHP, tentang kelalaian yang menyebabkan kematian

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa keluarga korban berhak mendapat keadilan, transparansi informasi, dan jaminan bahwa pelaku kelalaian akan diberi sanksi sesuai ketentuan hukum.

Ronald juga menyoroti tanggung jawab Pemerintah Daerah TTS. RSUD SoE sebagai rumah sakit milik daerah berada di bawah kendali dan pengawasan pemerintah setempat. Menurutnya, kegagalan pelayanan di rumah sakit juga menjadi indikasi lemahnya fungsi kontrol dan pengawasan dari pemerintah daerah terhadap unit pelayanan publik.

Baca Juga  Panglima TNI: Filipina Janji Bebaskan Lima WNI yang Disandera Abu Sayyaf

Ia menyampaikan kritik berdasarkan lima asas penyelenggaraan negara yang baik (AUPB):

1. Kepastian Hukum

Pemerintah daerah harus menjamin pelayanan kesehatan berjalan sesuai hukum. Ketika fasilitas atau SDM tidak memadai, itu merupakan pelanggaran

2. Profesionalitas

Pemerintah wajib memastikan tenaga medis memiliki kompetensi dan integritas. Kegagalan dalam rekrutmen dan pelatihan menunjukkan pengabaian terhadap asas ini.

3. Akuntabilitas

Tindakan dan kebijakan pemerintah harus bisa dipertanggungjawabkan secara terbuka, termasuk kepada keluarga korban.

4. Transparansi

Keluarga korban berhak tahu penyebab kematian secara jujur dan lengkap. Investigasi independen harus dilakukan secara terbuka.

5. Keadilan

Pemerintah harus memastikan keadilan ditegakkan. Sanksi tidak boleh hanya dijatuhkan pada level petugas, tetapi juga menyasar pada kelemahan sistemik.

Menanggapi polemik tersebut, Bupati TTS, Eduard Markus Lioe, menyampaikan klarifikasi melalui siaran langsung media sebagaiman dalam video yang beredar luas, Bupati menegaskan bahwa kunjungan pihaknya ke RSUD SoE dilakukan sebagai bentuk evaluasi langsung atas informasi yang ramai beredar di media sosial.

“Hari ini kami datang untuk mengecek langsung sekaligus mengevaluasi apa yang sudah terjadi di RSUD,” ujar Bupati.

Bupati juga menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban atas peristiwa memilukan tersebut. Terkait kebijakan rujukan, ia menjelaskan bahwa prosedur merujuk pasien tidak bisa sembarangan, melainkan harus mempertimbangkan ketersediaan fasilitas rumah sakit tujuan dan rekomendasi teknis dari dokter spesialis.

Baca Juga  Presiden Jokowi Resmikan Bendungan Temef

“Kalau semua minta rujuk, lalu rumah sakit di Kupang penuh, mau dibawa ke mana? Kita harus pastikan dulu ada tempat,” ucapnya.

Kemarahan publik terhadap RSUD SoE dipicu oleh unggahan kronologi di media sosial yang viral. Dalam salah satu postingan, disebutkan bahwa pasien yang hendak melahirkan dirujuk dari Puskesmas Besana ke RSUD SoE karena komplikasi. Namun, sejak kedatangan di RSUD, pasien tidak mendapat perhatian serius. Permintaan keluarga untuk dirujuk ke Kupang diabaikan. Petugas disebut tertidur saat pasien mengalami kontraksi, dan proses rujukan baru dilakukan setelah kondisi memburuk.

Alat untuk operasi caesar dikabarkan rusak, dan proses rujukan berlangsung selama berjam-jam. Bahkan, selama perjalanan ke Kupang, selang oksigen terlepas dari pasien tanpa diperhatikan petugas pendamping. Setibanya di RS Dedari, Kupang, bayi sudah mengalami keracunan air ketuban dan tidak terselamatkan.

“Rest in Peace, Astan Abdi. We love you. Ingin sekali kami menuntut RSU Soe, tetapi kami kembalikan kepada yang punya langit dan bumi.”

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi sistem layanan kesehatan di Kabupaten TTS. Tidak cukup hanya dengan menyampaikan belasungkawa, publik menuntut perubahan nyata: peningkatan kualitas layanan, pengadaan alat kesehatan yang memadai, pelatihan tenaga medis, serta pengawasan ketat dari pemerintah daerah.

“Jika pemerintah daerah sungguh hadir untuk rakyat, maka tragedi seperti ini harus jadi awal dari reformasi menyeluruh. RSUD SoE bukan kuburan, tetapi tempat orang berjuang untuk hidup,” tegas Ronald