Mengejar PAD dari Sapi : Jangan Sampai Mengorbankan Masa Depan Peternakan

oleh
oleh
Shares

MataTimor.com – TTS – 

Oleh: Tian Liufeto

Peternak, tinggal di Kupang

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) sebesar Rp877 juta lebih pada tahun 2024 dari Disnak Keswan TTS patut diapresiasi. Kontribusi terbesar berasal dari sektor peternakan, khususnya dari pengiriman sapi antarpulau ke luar daerah. Di kabupaten Kupang, upaya menaikan retribusi pengiriman sapi untuk peningkatan PAD menghadapi tantangan tata kelola sektor peternakan yang profesional melalui arahan untuk perbaikan sistem pengiriman sapi.

Di balik berbagai capaian dan langkah antisipatif yang ada, terdapat satu persoalan krusial yang selalu saja luput dari perhatian untuk diwaspadai yaitu : penurunan populasi dan kualitas genetik sapi lokal. Dalam diskusi dan tukar pikiran bersama dosen prodi peternakan Universitas Nusa Cendana, Dr. Gusti Jelantik dan Dr. Imanuel Benu, penurunan populasi dan kualitas genetik sapi lokal patut mendapat perhatian.

NTT dikenal sebagai lumbung ternak nasional, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, jumlah dan mutu sapi potong menurun akibat pengiriman besar-besaran tanpa dibarengi program regenerasi yang memadai. Populasi sapi terus berkurang, kualitas genetik stagnan, dan produktifitas peternakan rakyat tetap rendah. Ini bukan semata akibat tingginya permintaan pasar luar, tetapi juga karena kurangnya sistem pengelolaan ternak yang terencana dan terukur di tingkat peternak.

Sayangnya, paradigma peternakan di NTT masih bertumpu pada model ekstensif : sapi dilepas dan dijual saat butuh uang atau pada saat ada permintaan. Sementara, negara-negara dengan industri peternakan maju seperti Australia dan Brasil menerapkan sistem intensif dan terintegrasi—mulai dari manajemen reproduksi, pakan berbasis nutrisi, pencatatan data ternak, hingga diversifikasi produk (kulit, pupuk, susu, dan lainnya). Inilah yang belum banyak diterapkan oleh peternak kita.

Peningkatan PAD seharusnya tidak sekadar dilihat dari sisi angka pendapatan tahunan. Kita juga perlu menghitung biaya ekologis dan sosial jangka panjang dari praktik pengantarpulauan / ekspor ternak tanpa kontrol. Jika populasi ternak terus menurun, maka 5–10 tahun ke depan, kita bukan hanya kehilangan sumber PAD, tetapi juga kehilangan identitas sebagai daerah peternakan unggulan.

Kita perlu menerapkan strategi ganda : tetap menjaga arus pengantarpulauan sapi secara profesional dan legal, sambil memperkuat kapasitas reproduksi, kualitas genetik, dan sistem pembibitan lokal. Pemerintah daerah mesti mendorong pembentukan koperasi peternak berbasis kecamatan, memperkuat penyuluhan, dan mulai mengintegrasikan data ternak berbasis digital. Peternakan adalah aset jangka panjang. Menjual sapi memang menghasilkan PAD hari ini, tapi membangun sistem peternakan yang kokoh akan memberi kesejahteraan berkelanjutan di masa depan. Tergiur angka PAD sesaat hanya menciptakan perayaan mundurnya sektor peternakan kita sendiri.

No More Posts Available.

No more pages to load.