Merespons situasi ini, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten TTS, Musa Benu, telah mengeluarkan surat penegasan kepada para kepala sekolah TK, SD, dan SMP negeri. Dalam surat tersebut, ditegaskan bahwa uji publik untuk tenaga honorer berlangsung dari tanggal 9 hingga 16 Oktober 2024. Semua pihak diminta untuk mencermati daftar uji publik dan melaporkan jika ada nama yang tidak memenuhi syarat pengabdian dua tahun di sekolah negeri. Sebaliknya, jika ada guru yang telah memenuhi syarat namun tidak terdaftar, mereka diminta untuk segera mengajukan sanggahan beserta bukti-bukti pendukung.
Namun, beberapa kepala sekolah tampaknya tidak mengindahkan surat penegasan tersebut. Kasus guru-guru siluman—guru yang tidak pernah mengajar tetapi muncul dalam daftar—menambah kompleksitas masalah ini. Praktik seperti ini memicu reaksi keras dari kalangan masyarakat dan guru honorer yang merasa diperlakukan tidak adil.
Anggota DPRD TTS dari Fraksi PDI Perjuangan, Piterzius I. Kefi, turut angkat bicara. Ia mengapresiasi langkah Dinas Pendidikan dalam mengeluarkan surat penegasan dan mendesak masyarakat, terutama para guru, untuk memanfaatkan masa sanggahan yang berlangsung hingga 16 Oktober 2024. Piterzius menyatakan bahwa DPRD akan mengawal proses ini hingga selesai, memastikan bahwa tidak ada kecurangan yang terjadi. “Jika ditemukan ada yang belum memenuhi syarat dua tahun, namun datanya diubah untuk memenuhi syarat, maka risiko hukum ada pada pihak yang bersangkutan,” tegasnya.