Kabupaten TTS Pecahkan Rekor MURI, 10.000 Siswa Baca Puisi dalam Tiga Bahasa

Ket Foto : Direktur Operasional Museum Rekor Indonesia (MURI), Yusuf Ngadri, saat memberikan sambutan pada Festival Literasi Sastra Daerah 2025 di Lapangan Puspenmas SoE, Selasa (29/4/2025), usai mencatatkan rekor dunia pembacaan puisi oleh 10.000 siswa dalam tiga bahasa: Indonesia, Inggris, dan Dawan.
Shares

MataTimor.com – TTS – Sebuah tonggak sejarah baru tercipta di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 10.000 siswa dari jenjang SD, SMP, SMA, SMK, hingga SLB mencatatkan prestasi luar biasa dengan mencetak Rekor MURI untuk pembacaan puisi dalam tiga bahasa: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Dawan (Uab Meto). Kegiatan ini digelar dalam rangkaian Festival Literasi Sastra Daerah 2025 di Lapangan Puspenmas SoE, Selasa (29/4/2025).

Acara monumental ini turut dihadiri oleh Direktur Operasional Museum Rekor Indonesia (MURI) Yusuf Ngadri, Asisten Administrasi Umum Setda Provinsi NTT Samuel Halundaka, Bupati TTS Eduard Markus Lioe, Ketua DPRD TTS Mordekai Liu, serta jajaran Forkopimda dan ribuan guru, kepala sekolah, serta siswa dari seluruh pelosok TTS.

Dalam sambutannya, Direktur Operasional MURI, Yusuf Ngadri, menyampaikan apresiasi tinggi atas keterlibatan ribuan siswa dalam kegiatan literasi tersebut. Ia menegaskan bahwa MURI hadir untuk mencatat karya-karya luar biasa yang menjadi bentuk kontribusi nyata dalam pembangunan bangsa.

“Hari ini, 10.000 siswa Kabupaten TTS telah menorehkan sejarah dalam Festival Literasi NTT. Dengan bangga, MURI mencatat pembacaan puisi tiga bahasa oleh siswa Kabupaten TTS sebagai rekor dunia,” ujar Yusuf Ngadri saat memberikan sambutan di lapangan Puspenmas Soe.

Puisi yang dibacakan sesuai thema yang berjudul Flobamorata Memanggil Pulang, Ayo Bangun NTT. Karya sastra ini disusun dalam tiga bahasa: Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah (Dawan), dan Bahasa Inggris. Yusuf menilai, puisi tersebut bukan hanya sebagai ekspresi estetik, tetapi juga sebagai simbol cinta dan harapan anak-anak NTT terhadap tanah kelahiran mereka.

“Puisi adalah sarana menggali kedalaman jiwa dan membagikan cerita dengan cara yang indah dan menginspirasi,” tambahnya.

Festival Literasi Budaya Daerah NTT ini menjadi momentum penting dalam mengangkat peran sastra dan bahasa daerah di tengah perkembangan zaman. Melalui kegiatan ini, para siswa tidak hanya diajak untuk mencintai literasi, tetapi juga untuk merefleksikan identitas budaya mereka.

Baca Juga  Warga Lamboya Nobatkan SPK sebagai Kedu Moto

Yusuf Ngadri juga mengajak seluruh peserta dan masyarakat untuk terus membangun kecintaan terhadap bahasa, sastra, dan budaya lokal sebagai bagian dari identitas bangsa. Ia menutup sambutannya dengan pesan menyentuh.

“Mari kembali ke rahim Flobamorata membangun, memajukan, dan mensejahterakan bumi tercinta.”

Dengan tercatatnya kegiatan ini sebagai rekor dunia, Yusuf Ngadri menyampaikan penghargaan atas capaian luar biasa ini. Ia menyebut puisi sebagai media ekspresi yang mampu menggugah emosi dan menginspirasi, sekaligus menjadi sarana penting dalam pelestarian bahasa dan budaya lokal. “Pembacaan puisi dalam tiga bahasa ini adalah bentuk kontribusi nyata terhadap pembangunan bangsa melalui literasi,” ungkap Yusuf.

sedangkan Bupati Timor Tengah Selatan, Eduard Markus Lioe, S.Ip., S.H., M.H dalam sambutannya, menekankan pentingnya kegiatan tersebut sebagai tonggak sejarah dalam pendidikan berbasis budaya lokal.

“Kehadiran kita di festival literasi sastra daerah ini bukan sekadar hadir dalam sebuah kegiatan seremonial. Kita hadir sebagai bagian dari sejarah baru, sejarah di mana pendidikan sastra dan budaya daerah tidak hanya dibicarakan tetapi diperjuangkan,” tegas Bupati.

Ia menilai bahwa festival ini menjadi momentum penting untuk memperkuat nilai-nilai budaya serta komitmen dalam membangun pendidikan yang berakar pada kearifan lokal.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan akar budayanya. Di tengah gempuran zaman, hanya bangsa yang setia menjaga identitas dan warisan budayanya yang akan tetap kokoh berdiri,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Bupati Lioe menegaskan bahwa Kabupaten TTS adalah rumah bagi kekayaan budaya yang tak ternilai. “Bahasa, adat, seni, dan sastra yang hidup di tengah masyarakat kita adalah kekayaan yang tak bisa digantikan oleh apa pun. Namun, kekayaan ini akan punah jika tidak kita rawat bersama,” ujarnya.

Menurutnya, pendidikan menjadi benteng utama dalam pelestarian budaya. Ia menyoroti tema festival tahun ini, “Dari NTT untuk Indonesia”, yang mencerminkan kontribusi khas dari tanah Timor dalam memperkaya peradaban bangsa.

“NTT bukan hanya penerima kebijakan dari pusat, tetapi juga penyumbang nilai, gagasan, dan budaya bagi Indonesia. Kita punya sesuatu yang khas, yaitu keanekaragaman bahasa dan budaya lokal yang hidup berdampingan dalam harmoni,” tambahnya.

Baca Juga  Prabowo Tegaskan Tidak Ada Kepentingan Politik dalam Pilkada

Dengan subtema “Ayo Bangun NTT dari Sekolah,” Bupati Lioe mengajak seluruh elemen pendidikan untuk menanamkan sejak dini kesadaran budaya dan literasi.

“Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan dalam visi misinya menempatkan sektor pendidikan sebagai latar utama. Kami telah mencanangkan kurikulum muatan lokal seni budaya dan pangan lokal sebagai wujud nyata keberpihakan kita terhadap identitas lokal,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa generasi muda TTS tidak boleh tumbuh tanpa mengenal jati dirinya. “Kita tidak ingin generasi muda kita hanya bangga terhadap budaya luar, tapi asing terhadap budaya sendiri,” kata Bupati.

Bupati juga mengungkapkan harapannya agar festival literasi budaya ini menjadi agenda tahunan dan melibatkan lebih banyak pihak. Ia mengajak guru, orang tua, masyarakat, hingga dunia usaha untuk terlibat aktif dalam pelestarian bahasa dan sastra daerah.

“Perjuangan pelestarian bahasa dan sastra daerah bukan pekerjaan mudah. Ini adalah kerja lintas generasi, kerja kolektif yang melibatkan semua pihak. Kepada para guru, jadikan kelas sebagai ruang kreativitas budaya. Kepada orang tua, ajarkanlah bahasa ibu sejak kecil,” imbaunya.

Bupati Lioe juga menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi NTT atas kepercayaan menjadikan Kabupaten TTS sebagai tuan rumah festival ini.

“Dari TTS, suara sastra akan bergema hingga penjuru Indonesia. Kami ingin menyampaikan pesan: anak-anak NTT tidak tertinggal dalam literasi, tidak asing terhadap budaya, dan siap membawa NTT bangkit menuju masa depan yang cerah,” tutupnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.