MataTimor.com – TTS – Duka masih menyelimuti Desa Kuatae, Kecamatan Kota Soe. Hingga kini, jumlah korban terus bertambah. Semula hanya 47 jiwa, kini meningkat menjadi 375 jiwa.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Desa Kuatae, Parco P. Salem, kepada MataTimor.com saat ditemui pada Minggu, 23 Maret 2025. Ia menjelaskan bahwa korban bencana longsor awalnya berjumlah 47 jiwa dari 10 kepala keluarga (KK). Kemudian, jumlahnya meningkat menjadi 177 jiwa dari 60 KK. Pada Minggu, korban kembali bertambah sebanyak 151 jiwa dari 19 KK. Saat berita ini diturunkan, beberapa KK tambahan telah melaporkan diri, sehingga total korban kini mencapai 375 jiwa dari 104 KK.
Dari pantauan langsung di lokasi evakuasi di GOR Nekmese Soe, para korban terus berdatangan. Selain itu, berbagai pihak mulai memberikan bantuan bagi para pengungsi.
Sebelumnya, Kepala Desa Kuatae, Parco P. Salem, juga menjelaskan kronologi bencana yang terjadi di desanya. Menurutnya, retakan tanah pertama kali muncul sejak Desember 2022. Kemudian, pada 12 Maret 2025, curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah di perbatasan Kota Soe dan Kelurahan Soe, tepatnya di belakang BRI Soe, bergeser sejauh 300 meter hingga mencapai permukiman warga.
Dampak longsor pertama kali dirasakan oleh 10 kepala keluarga. Kemudian, pada 14 Maret, longsor kembali terjadi dan berdampak pada beberapa wilayah, yaitu RT 01, sebagian RT 02, seluruh RT 03 dan RT 04, serta sebagian RT 12 dan RT 13. Akibatnya, jumlah keluarga terdampak meningkat menjadi 60 KK. Hingga saat ini, total warga terdampak telah mencapai 83 KK, sementara 100 KK lainnya telah mengungsi akibat akses jalan yang tertutup total.
Kepala desa juga mengungkapkan bahwa berbagai fasilitas umum mengalami kerusakan, termasuk kantor desa, aula, jaringan perpipaan air bersih, serta tiang dan kabel listrik. Ia menambahkan bahwa retakan tanah juga melewati lahan-lahan milik warga.
Menurutnya, salah satu faktor penyebab bencana ini adalah buruknya sistem drainase di Kampung Sabu, khususnya di lingkungan SMA PGRI Soe. “Masalah ini sudah berulang kali dibahas dalam Musrenbang setiap tahun, tetapi pemerintah tidak menindaklanjutinya dengan baik. Baru setelah kejadian ini, pemerintah mulai mengerjakan saluran air di bagian atas. Namun, air sudah terlanjur mengalir di bawah tanah, sehingga dampaknya tetap terjadi,” ungkapnya.
Saat ini, para warga terdampak mencakup kelompok rentan, seperti anak-anak, penyandang disabilitas, ibu hamil, dan lansia. Sebagian besar mengungsi ke rumah keluarga terdekat, bahkan ada yang mulai membongkar rumah mereka untuk menyelamatkan barang-barang.
“Kami berharap ada perhatian serius dari pemerintah daerah. Saat ini, tidak semua warga dievakuasi ke GOR, karena sebagian memilih mengungsi ke rumah keluarga terdekat,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, korban masih terus berdatangan.