MataTimor.com – TTS – Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Hendrikus Babys, melontarkan kritik tajam terhadap pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat kecamatan yang dilakukan secara daring. Menurutnya, metode ini tidak efektif, mengurangi keterlibatan masyarakat, dan bertentangan dengan aturan yang mengamanatkan Musrenbang harus bersifat partisipatif dan transparan.
Hendrikus menegaskan bahwa Musrenbang adalah forum wajib dalam perencanaan pembangunan daerah yang harus menjamin keterlibatan aktif masyarakat, sebagaimana diatur dalam beberapa regulasi, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menegaskan bahwa setiap proses perencanaan pembangunan harus melibatkan masyarakat secara langsung.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 86 Tahun 2017, yang menyatakan bahwa Musrenbang harus menjamin keterbukaan informasi, konsultasi publik, dan partisipasi aktif masyarakat.
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yang mengamanatkan bahwa setiap kebijakan daerah harus melibatkan unsur masyarakat secara maksimal, terutama dalam pengambilan keputusan pembangunan.
“Jika Musrenbang dilakukan secara daring, bagaimana mungkin masyarakat desa yang tidak memiliki akses internet bisa menyampaikan aspirasinya? Bagaimana mungkin usulan pembangunan dapat dikawal secara efektif jika hanya mengandalkan koneksi internet yang tidak stabil?” tegas Hendrikus
Menurutnya, Musrenbang daring bertentangan dengan prinsip utama perencanaan pembangunan berbasis kebutuhan masyarakat karena membatasi akses partisipasi, terutama bagi desa-desa terpencil yang sulit dijangkau oleh infrastruktur digital.
Lebih lanjut, Hendrikus menyoroti bahwa metode daring berpotensi dimanfaatkan oleh elit birokrasi untuk mengontrol jalannya pembahasan tanpa pengawasan ketat dari masyarakat.
“Kami melihat Musrenbang daring ini lebih banyak menguntungkan pihak tertentu. Ketika pertemuan dilakukan secara online, masyarakat sulit memberikan masukan secara langsung, sulit mengkritisi, dan akhirnya hanya menjadi ajang formalitas belaka,” ujarnya kepada MataTimor.com, Rabu (19/3/2025).
Hendrikus juga mempertanyakan keabsahan keputusan yang dihasilkan melalui Musrenbang daring, mengingat tidak semua peserta dapat hadir secara maksimal karena keterbatasan teknis.
“Bagaimana kita bisa menyebut ini sebagai forum demokratis jika sebagian besar masyarakat tidak dapat mengaksesnya? Bagaimana kita memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat, bukan hanya hasil kesepakatan segelintir pejabat yang hadir secara daring?” kritiknya.
Sebagai solusi, Ketua Fraksi NasDem ini mendesak Pemerintah Kabupaten TTS untuk segera mengembalikan mekanisme Musrenbang ke format tatap muka, terutama bagi desa-desa yang tidak memiliki akses internet yang memadai.
“Kami meminta agar Pemkab TTS menghormati prinsip demokrasi dalam perencanaan pembangunan. Musrenbang harus tetap dilakukan secara langsung di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten agar masyarakat benar-benar dapat menyuarakan aspirasinya,” tegasnya.
Baca juga : Bupati TTS Resmi Membuka Musrenbang RKPD 2026 Tingkat Kecamatan Secara Daring
Ia juga menekankan bahwa jika alasan pelaksanaan daring adalah efisiensi anggaran, maka pemerintah seharusnya lebih fokus pada perbaikan sistem pengelolaan keuangan daerah, bukan dengan memangkas partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
“Efisiensi bukan berarti mengorbankan hak rakyat untuk terlibat dalam pembangunan. Jika pemerintah ingin hemat anggaran, benahi dulu tata kelola keuangan daerah, bukan justru mengurangi partisipasi masyarakat dengan alasan Musrenbang daring,” pungkasnya.
“Oleh karena itu saya tantang pemimpin baru harus berani ambil sikap agar betul-betul dekat dengan masyarakat, dan tau kebutuhan masyarakat sebenarnya. karena itu saya meminta agar Musrenbang di kecamatan jangan virtual”, tutupnya
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten TTS, Johanis Benu, S.E., M.Si., menegaskan bahwa pihaknya menghargai kritik sebagai bentuk masukan untuk penyempurnaan kebijakan.
“Kalau saya, kritik itu bagi saya adalah vitamin. Saya justru harus berterima kasih atas kritik yang diberikan karena itu dapat melengkapi kami dan memperluas wawasan kami,” ujar Johanis saat ditemui mataTimor.com di ruang kerjanya pada Rabu, 9 Maret 2025.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Anis ini menjelaskan bahwa Musrenbang daring dilakukan sebagai bentuk penyesuaian terhadap rasionalisasi anggaran dan kebijakan pemerintah pusat yang berlaku di seluruh Indonesia.
“Salah satu upaya yang kami lakukan untuk menyesuaikan dengan regulasi tersebut adalah berhemat. Berdasarkan pengalaman lima tahun lalu, Musrenbang yang dilakukan secara tatap muka biasanya berlangsung selama satu bulan dengan anggaran lebih dari Rp2,5 miliar. Kebetulan, sejak pandemi COVID-19, ada instruksi dari Presiden bahwa Musrenbang dapat dilakukan secara daring,” ucapnya.
Meskipun diakui ada tantangan, Anis menegaskan bahwa metode daring merupakan langkah yang harus diambil dalam situasi saat ini.
“Saat ini, mungkin banyak yang tidak menyukai metode daring, tetapi dengan kondisi yang ada, mau tidak mau kita harus menyesuaikan diri,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan Musrenbang 2025, dari 32 kecamatan yang ada, kegiatan ini dibagi menjadi 7 zona, dengan setiap zona hanya memiliki host dan co-host.
“Setiap tahun, jumlah usulan yang masuk lebih dari 1.000 usulan, dan seluruh proses ini dilakukan berdasarkan hasil Musyawarah Dusun (Musdus) dan Musyawarah Desa (Musdes). Dari sinilah kami melakukan seleksi untuk menentukan program prioritas,” jelasnya.
Menurutnya, Musrenbang 2026 diharapkan dapat menghasilkan program yang benar-benar menjawab persoalan utama di Kabupaten TTS, seperti stunting, kemiskinan ekstrem, pendidikan, dan berbagai masalah lainnya.
Terkait akses internet yang masih terbatas di beberapa desa, Johanis menjelaskan bahwa pihaknya telah mengambil langkah antisipasi dengan berkoordinasi bersama PLN dan Telkomsel untuk menyiapkan fasilitas di titik-titik kecamatan yang menjadi zona utama.
“Kami juga ingin menekankan bahwa penggunaan anggaran dalam Musrenbang daring ini sangat hemat. Saat ini, anggaran yang kami gunakan hanya sekitar Rp20 juta,” tegasnya.
Saat ditanya mengenai partisipasi masyarakat, ia menegaskan bahwa undangan Musrenbang telah mencakup seluruh stakeholder, dan pihaknya berharap para camat dapat memastikan keterwakilan masyarakat dalam forum ini.
“Tentu, kami menyadari bahwa dalam pelaksanaannya masih ada kekurangan. Namun, kita saat ini berada di era digital, di mana semua pihak perlu memahami dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi,” tambahnya.
Terakhir, Anis menjelaskan bahwa metode daring telah diterapkan selama enam tahun berturut-turut, dan hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar usulan Musrenbang telah terakomodasi, meskipun ada beberapa yang masih mengalami kendala.
“Pada prinsipnya, hasil Musrenbang ini harus selaras dengan visi dan misi Bupati serta Wakil Bupati TTS, sejalan dengan kebijakan pemerintah provinsi, serta mendukung Asta Cita Presiden Republik Indonesia,” tutupnya.