TTS, MataTimor.com – Dugaan tindak pidana kehutanan kembali menyeruak di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Dua warga Desa Loli, Kecamatan Polen, berinisial AM dan AT, resmi dipolisikan oleh Mikhael Kase, warga RT 001/RW 001 Desa Loli, atas dugaan penjualan lahan dan penebangan pohon di kawasan hutan negara tanpa izin.
Ironisnya, lahan yang dijual tersebut bukanlah lahan biasa, melainkan wilayah vital yang menjadi sumber mata air utama bagi masyarakat Desa Loli. Keberadaan kawasan itu selama ini dikenal sebagai hutan lindung yang juga berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan dan akses air bersih warga sekitar.
Laporan Mikhael Kase telah terregistrasi dalam Surat Tanda Terima Laporan Polisi Nomor: LP/B/265/VII/2025/SPKT/POLRES TIMOR TENGAH SELATAN/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR, tertanggal 3 Juli 2025 pukul 14.50 WITA.
Dalam laporannya, Mikhael menunjuk AM sebagai penjual tanah dan AT sebagai pihak pembeli, dalam transaksi yang diduga dilakukan secara ilegal dan tanpa dasar hukum yang sah.
” Tanah yang dijual itu berada di dalam kawasan hutan, dan lebih parahnya lagi, tepat di lokasi sumber mata air yang sangat penting bagi masyarakat. Ini bukan hanya soal tanah, tapi soal hak hidup warga,” tegas Mikhael kepada wartawan usai membuat laporan di Mapolres TTS, Kamis (3/7/2025).
Lebih lanjut, Mikhael menyoroti adanya indikasi keterlibatan oknum pemerintah desa dan aparat kehutanan dalam kasus ini. Ia menduga bahwa hasil penjualan tanah tersebut tidak hanya dinikmati oleh pelaku, tetapi juga mengalir ke pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab menjaga kawasan hutan.
“ Parahnya, pemerintah desa dan kehutanan juga ikut menerima uang dari transaksi itu. Mereka tahu ini kawasan hutan, tapi tetap dibiarkan bahkan didukung,” ujarnya dengan nada kecewa.
Berdasarkan laporan, kejadian penebangan pohon secara ilegal itu terjadi pada 20 Mei 2025 sekitar pukul 11.00 WITA, di mana pelaku disebut menebang pohon di kawasan hutan milik negara yang berada dalam wilayah administratif Desa Loli. Penebangan tersebut diduga merupakan langkah awal sebelum lahan itu dialihkan kepada pihak lain melalui transaksi jual beli tanpa izin resmi dari pemerintah.
“ Kuat dugaan ini kasus merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Kehutanan, terutama terkait perusakan kawasan hutan dan penguasaan tanah negara secara ilegal,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak AM, AT, maupun pemerintah desa setempat.