MataTimor.com – NTT – Dalam kunjungan resesnya beberapa waktu lalu di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), David Imanuel Boimau, menemukan kenyataan yang menyentuh nurani: para guru tingkat SMA dan SMK, khususnya yang berstatus ASN maupun PPPK, belum menikmati kesejahteraan yang layak.
Temuan ini terungkap saat David Boimau berdialog langsung dengan para guru di sejumlah sekolah yang ia kunjungi. Salah satu keluhan utama yang mencuat adalah persoalan tunjangan beras yang diterima para pendidik. Meski tunjangan ini telah dikompensasikan dalam bentuk uang dan disalurkan melalui rekening gaji, nilainya jauh dari realitas harga pasar.
Pemerintah Provinsi NTT saat ini masih menetapkan harga kompensasi tunjangan beras sebesar Rp 7.000 per kilogram. Padahal, harga beras di pasaran telah melonjak hingga mencapai kisaran Rp 15.000 per kilogram. Perbedaan yang cukup mencolok ini menimbulkan tanda tanya besar terkait komitmen pemerintah dalam memperhatikan kesejahteraan guru.
“Saya melihat ada unsur pembiaran dari Pemerintah Provinsi. Harga beras di pasaran sudah sangat tinggi, tapi tunjangan tetap dihitung berdasarkan harga lama. Ini tentu tidak adil bagi para guru yang telah mengabdikan diri untuk mencerdaskan anak-anak bangsa,” ujar mantan anggota DPRD TTS tiga periode itu kepada matatimor.com Senin 7 April 2025.
Ia menambahkan, banyak guru tidak bisa secara terbuka menyuarakan keresahan mereka karena keterbatasan posisi mereka sebagai aparatur sipil negara. Oleh karena itu, menurutnya, para pemimpin daerah harus menunjukkan kepekaan dan hati nurani dalam membuat kebijakan.
Politisi Hanura ini berharap, dengan adanya temuan ini, pemerintah provinsi – khususnya Gubernur NTT – bisa segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan tunjangan beras. Ia menegaskan bahwa isu ini bukan hanya menyangkut guru di TTS, tetapi merupakan persoalan lintas kabupaten yang perlu perhatian menyeluruh di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur.
“Para guru adalah tulang punggung pendidikan. Kita tidak bisa membiarkan mereka terus berjuang dalam keterbatasan. Sudah saatnya mereka mendapatkan keadilan yang layak atas pengabdiannya,” tutup David