TTS, MataTimor.com- Dalam upaya menekan angka pekerja migran ilegal dan mencegah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menggelar sosialisasi pencegahan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal di Kantor Desa Nifukani, Kecamatan Amanuban Barat, pada Sabtu (21/6/2025).
Kegiatan edukatif ini melibatkan masyarakat dari dua desa, yakni Nifukani dan Pusu. Hadir pula sejumlah pejabat penting, perangkat desa, tokoh adat, pemuka agama, dan warga yang menunjukkan antusiasme tinggi untuk menggali informasi seputar prosedur migrasi kerja yang aman dan legal.
Kepala Dinas Nakertrans TTS, Yosis Banamtuan, dalam pemaparannya mengungkapkan bahwa dalam kurun Januari hingga Juni 2025, tercatat sebanyak 115 orang bekerja antar daerah melalui jalur resmi. Sementara itu, sebanyak 70 orang telah berangkat ke luar negeri sebagai PMI, terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Namun, fakta menyedihkan muncul dari data kematian PMI asal TTS. “Hingga Juni 2025, kami mencatat ada 7 pekerja migran yang meninggal dunia. Dari jumlah itu, hanya satu yang berstatus legal, sedangkan enam lainnya merupakan PMI ilegal,” terang Yosis Banamtuan.
Ia menegaskan bahwa Dinas Nakertrans terus berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat, kendati keterbatasan anggaran menjadi tantangan tersendiri.
“Kami hadir di berbagai momen tanpa menggunakan anggaran khusus. Misalnya, setelah ibadah gereja, kami manfaatkan 10–15 menit untuk menyampaikan informasi penting kepada jemaat,” jelasnya.
Camat Amanuban Barat, Stefen Neonufa, turut mengapresiasi langkah sosialisasi yang dilakukan Dinas Nakertrans. Ia mengakui bahwa wilayahnya menjadi salah satu penyumbang pekerja migran terbanyak, baik untuk penempatan dalam negeri maupun luar negeri.
“Banyak warga kami yang menjadi korban kekerasan, eksploitasi bahkan kehilangan nyawa karena berangkat secara ilegal. Kegiatan ini sangat penting untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat agar mereka memahami risiko serta pentingnya memilih jalur resmi,” katanya.
Stefen Neonufa berharap sosialisasi tidak berhenti di Desa Nifukani. “Kami mendorong agar kegiatan seperti ini juga dilaksanakan di desa-desa lain yang memiliki potensi migrasi tinggi,” tambahnya.
Sosialisasi ini menghadirkan Muhammad Geo Amang, S.Ap., M.Si., sebagai pemateri utama. Dalam paparannya, Geo menjelaskan secara rinci tentang prosedur migrasi kerja yang legal, pentingnya dokumen resmi, serta risiko besar yang mengintai pekerja migran ilegal.
“Pemerintah tidak pernah melarang warganya bekerja ke luar negeri. Yang ditekankan adalah bekerja secara legal, karena jalur ilegal penuh risiko: perdagangan orang, kekerasan, hingga kematian,” tegas Geo Amang.
Ia juga menyoroti minimnya kesiapan keterampilan teknologi di kalangan calon PMI asal pedesaan. “Banyak dari kita yang masih memasak dengan kayu dan mencuci manual. Sementara di luar negeri, semua serba otomatis. Tanpa pelatihan, ini bisa jadi sumber masalah baru,” terangnya.
Sosialisasi ini disambut hangat oleh masyarakat, terutama para orang tua yang memiliki anak usia kerja. Mereka menilai kegiatan ini sangat berguna dalam menambah wawasan sekaligus sebagai tameng agar tidak terjebak bujuk rayu calo.
“Dengan semangat kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, kami yakin perlindungan terhadap calon pekerja migran, khususnya dari desa-desa seperti Nifukani dan Pusu, akan lebih maksimal ke depannya,” pungkas Geo Amang.